Langsung ke konten utama

[Cerpen] Mulia (Dimuat Harian Waspada Medan, Minggu, 31 Juli 2011)

Oleh Alda Muhsi

Fajar ini ku terbangun dengan berjuta semangat yang menghias jiwaku. Ku yakin hari-

hari ke depan akan lebih menyenangkan dan juga akan sangat melelahkan, sebab dalam minggu

ini akan ada kegiatan di kampusku. Seperti biasa aku ikut pula berpartisipasi untuk mengisi

acara. Setelah persiapan latihan yang cukup lama, aku dan teman-teman telah siap untuk tampil

maksimal.

Beberapa saat sebelum penampilan dimulai, aku merasa resah karena tak pula kudapati

perempuanku di bangku penonton. Keresahan itu membawaku untuk segera mengirim pesan

singkat padanya melalui telepon genggamku. Ketika tanganku mulai merogoh kantong celana,

tiba-tiba telepon genggamku bergetar, dan ku baca pesan masuk, ternyata darinya, "Bang, jam

berapa penampilannya? Aku mau pergi dulu dengan teman, sudah janji dari kemarin." Membaca

pesannya itu aku sedikit lemas, namun ku coba saja untuk tidak peduli dan tidak membalasnya.

Dan tibalah saatnya dipanggil untuk penampilan.

***

Penampilan pun berakhir, semua penonton tampak terhibur. Aku dan teman-teman

merasa puas sekali. Aku masih saja menunggu hadirnya perempuanku, walau tak dapat

ia menonton penampilanku, hanya kehadirannya yang kini ku harapkan. Lama ku tunggu

dan hingga acara pun selesai. Aku sedikit bingung padanya. Akhir-akhir ini selalu saja ia

mengecewakanku.

Tiba-tiba keyakinanku harus berubah menjadi amarah, saat Rani, sahabat karib Rika

berkabar kalau ia pergi bersama bekas pacarnya. Dadaku terasa sesak sekali, mulutku seperti

terkunci dan tak dapat berkata apa-apa. Sebenar dugaanku, ternyata kembali ia ingin mencipta

sebuah rasa pada bekas pacarnya itu.

"Bang, jangan marah dulu, aku pergi menemaninya membeli obat untuk orang tuanya di

rumah yang sedang sakit parah", ucapnya melalui pesan singkat mencoba meyakinkanku. Aku

kelu, aku pilu. Aku berpikir bahwa ini seperti pertanda aku akan kehilangan dirinya lagi. Namun,

ku coba untuk biasa saja dalam menyikapi semuanya.

Tak berapa lama, aku kembali mendapat kabar. Kali ini sepucuk surat ia titipkan kepada

Rani. Karena penasaran aku segera membuka dan membacanya, "Maaf bang, sepertinya kini

ku tlah menemu cintaku. Saat dia kembali mengisi relungku, ada yakin yang tercipta padanya.

Terima kasih telah mendampingiku selama sepi menghiasi hari-hariku. Aku menyayangmu

bang." Tanpa disadari air mataku jatuh setelah membacanya. Rani yang berada di hadapku

terheran, tanpa berkata apa-apa ia lalu meninggalkanku.

Aku hanya bisa merelakannya pergi dan membangun cintanya kembali dengan bekas

pacarnya itu. Aku juga tak pernah menyesal akan berakhir seperti ini.

Walau saat bersamanya terasa sangat singkat, tapi aku merasa perubahan yang cukup

besar terjadi padaku. Aku dapat belajar banyak hal darinya. Kini dia telah pergi, hanya kenangan

yang tersisa dalam hatiku.

***

Malam pun tiba, dengan sengaja Rani berkunjung ke rumah Rika. Rani pun masih

penasaran apa yang sebenarnya terjadi antara aku dan Rika.

"Rik, apa yang terjadi denganmu dan Ari?" tanyanya dengan penasaran.

"Ah, tidak terjadi apa-apa Ran" jawab Rika singkat, mencoba menutupi.

"Tapi kenapa setelah Ari membaca suratmu itu, lalu ia menangis? Ada apa sebenarnya

Rik? Ayolah ceritakan padaku!" desak Rani.

"Ibunya Roy … ibunya Roy … ibunya Roy, Ran" ucap Rika dengan suara yang terisak-

isak.

"Iya, kenapa dengan ibunya Roy?" potong Rani.

"Ibunya Roy sakit parah Ran, ia meminta padaku agar tetap bersama Roy. Karena

itu yang bisa membuat perasaannya tenang. Dan aku bingung harus bagaimana, aku sangat

menyayangi Ari. Tapi di satu sisi aku juga tidak mau mengecewakan Roy dan ibunya." Ucap

Rika sambil menangis dalam pelukan Rani.

Rani pun terdiam, bingung harus berkata apa lagi.

"Tolong jangan ceritakan ini pada Ari, Ran. Aku sebenarnya sedih meninggalkannya, tapi

mau bagaimana lagi. Ini semua ku lakukan untuk menyenangkan perasaan ibu Roy, yang saat ini

sedang sakit parah."

Itulah akhir perbincangan mereka malam itu. Rani segera pulang dan tak menyangka

akan hal ini. Karena Rani tahu kalau Rika sangat menyayangiku. Rani pun berpikir bahwa yang

dilakukan Rika tiada yang salah, ia baru mengetahui betapa mulia hati sahabatnya itu.

***

Sebulan kini tlah berlalu, aku masih saja sendiri. Sempat juga teringat tentangnya dalam

khayalku. Namun, tiada pernah ku tanyakan lagi pada hatiku tentang kejadian sebulan yang lalu.

Biarlah semua menjadi kenangan dan sebuah cerita tentang perjalanan cintaku. Janji-janji yang

pernah terucap membuat bayangnya masih selalu melekat dalam benakku.

Siang tadi, tanpa disengaja ku bertemu dengan wanita yang masih dalam lingkungan

kampus. Dan kami pun berkenalan, sambil bersalaman masing-masing kami menyebut nama.

Suaranya yang merdu saat mengucap "Nina" menggetarkan bebatang hatiku. Ah, aku seperti

hilang. Ingin rasanya untuk mencintainya, tapi tak sanggup hatiku menerima perempuan lain

selain Rika. Aku telah menumpuki rasa cintaku padanya.

Perkenalan kami pun berakhir begitu saja.

***

Hari terus berjalan, namun tak lagi ku rasa seperti biasa karena saat ini dia telah

menghilang dari hidupku. Terkadang aku terkecoh dengan telepon genggamku, sempat berpikir

kenapa tak lagi ia berkabar. Ya, ternyata dia telah tiada.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syarat Pindah Alamat Berlangganan Indihome

sumber: google   Masa kontrakan habis, mau pindah ke kontrakan baru, tapi gimana dengan layanan indihome yang sudah terpasang? Tentu saja kita ingin memindahkan perangkat tanpa harus ada embel-embel pasang baru agar terhindar dari biaya pasang yang bernilai Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah). Itulah kemauan kita, tapi berbeda dengan aturan yang ditetapkan oleh pihak Telkom. Kejadian itu menimpa saya. Beberapa hari yang lalu saya berkunjung ke Plaza Telkom Jalan Putri Hijau Medan dengan tujuan untuk memindahkan perangkat i ndihome saya dari kontrakan lama ke kontrakan baru. Setelah naik ke lantai 2 (kantor pelayanan) saya mengantre beberapa saat, tidak pakai selembaran kertas nomor antrean, katanya mereka pakai sistem digital, pelanggan hanya dipotret, dan nanti tiba gilirannya CS akan menghampiri (sebuah inovasi pelayanan dan langkah bijak untuk menghemat pemakaian kertas). Tiba giliran saya untuk mengadu persoalan saya. Namun, jawaban sang CS tidak bisa menenteramkan hati,

[CERPEN ANAK] PR Feby

Akhirnya Redaktur Taman Riang Harian Analisa berkenan kembali mempublikasikan cerpen anak saya. Cerpen ini saya kirim bulan Oktober 2017 dan baru diterbitkan edisi Minggu, 7 Januari 2018.  Terima kasih saya haturkan, dan semoga berkenan menerbitkan cerpen-cerpen selanjutnya. Hehehe... Ayo menulis cerita anak untuk menyelamatkan anak-anak dari serangan game online dan medsos yang melumpuhkan akal. Ilustrasi: Analisa Oleh Alda Muhsi Feby merupakan murid kelas 2 sekolah dasar di SD Negeri 011. Setiap hari gurunya selalu memberikan PR dengan alasan untuk melatih daya ingat, dan membiasakan agar murid-muridnya rajin belajar. Dalam kelasnya, Feby termasuk murid yang rajin mengerjakan PR. Tak pernah sekalipun ia luput dari PR-nya. Feby telah dibiasakan orang tuanya agar sepulang sekolah harus menyelesaikan PR. Berbeda dari biasanya, hari ini sepulang sekolah Feby diajak Amanda untuk berkunjung ke rumahnya. Amanda merupakan seorang murid baru, pindahan dari Jakarta. Feby ya

Teja Purnama, Sosok Penyair Kota Medan

(Catatan ini ditulis pada tahun 2012 oleh Alda Muhsi, Ferry Anggriawan, dan Sari Uli Octarina Panggabean semasa kuliah saat bertemu di Taman Budaya Sumut) Teja Purnama Lubis, lahir di Medan pada tanggal 19 Januari 1973. Anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Asmara Kusuma Lubis dan Rosmiati. Yang kini berdomisili di jalan Karya gang Suka Damai no. 5-H Kecamatan Medan Barat. Mempunyai tiga orang anak dengan istri Awalina Nasution. Modal awal menjadi seorang penyair baginya adalah membaca. Sewaktu kecil, kakek dan ayahnya banyak meninggalkan buku sastra lama. Setiap minggunya ia juga disuguhkan majalah anak-anak seperti Majalah Bobo. Ia pun tak menyangka pada akhirnya setelah memasuki SMP, ternyata ia mencintai dunia sastra. Hal itu terlihat bahwa pada masa SMP ia telah hobi membaca puisi. Hal ini juga berlanjut pada masa SMA hingga kuliah setiap perlombaan baca puisi ia pasti mendapatkan juara 1. Setelah membaca puisi, ia juga menyalurkan bakatnya lewat tulisan ka