(Catatan ini ditulis pada tahun 2012 oleh Alda Muhsi, Ferry Anggriawan,
dan Sari Uli Octarina Panggabean semasa kuliah saat bertemu di Taman
Budaya Sumut)
Teja
Purnama Lubis, lahir di Medan pada tanggal 19 Januari 1973. Anak ketiga dari
empat bersaudara dari pasangan Asmara Kusuma Lubis dan Rosmiati. Yang kini
berdomisili di jalan Karya gang Suka Damai no. 5-H Kecamatan Medan Barat.
Mempunyai tiga orang anak dengan istri Awalina Nasution.
Modal
awal menjadi seorang penyair baginya adalah membaca. Sewaktu kecil, kakek dan
ayahnya banyak meninggalkan buku sastra lama. Setiap minggunya ia juga
disuguhkan majalah anak-anak seperti Majalah Bobo. Ia pun tak menyangka pada
akhirnya setelah memasuki SMP, ternyata ia mencintai dunia sastra. Hal itu
terlihat bahwa pada masa SMP ia telah hobi membaca puisi. Hal ini juga
berlanjut pada masa SMA hingga kuliah setiap perlombaan baca puisi ia pasti
mendapatkan juara 1.
Setelah
membaca puisi, ia juga menyalurkan bakatnya lewat tulisan karya sastra. Ia mulai
menulis sejak SMA pada tahun 90-an. Awalnya menulis cerpen kemudian puisi yang
diterbitkan koran-koran lokal di kota Medan, yaitu Waspada dan Analisa. Setelah
kuliah barulah mulai mengirim ke Koran Indonesia, pernah dimuat pada Ceria
Majalah Remaja.
Ia
tercatat sebagai mahasiswa STIK-P (Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi –
Pembangunan) jurusan Jurnalistik. Namun sayang, pendidikannya harus putus
karena ia sibuk di dunia kerja sebagai reporter. Itu tepatnya pada Koran
Sumatera. Pada awalnya seorang sastrawan senior, Ys. Rat mengagumi
karya-karyanya. Oleh karena itu, ia simpati dan menawarkan pekerjaan tersebut
kepada Teja. Hanya dengan memberikan syarat, yaitu kumpulan karya-karya yang
telah dimuat di Koran, yaitu puisi, cerpen, dan esai. Hanya bermodal karya
tersebut Teja Purnama akhirnya diangkat menjadi reporter di Koran Sumatera.
Setelah itu berlanjut ke Harian Global, sebagai wartawan, redaktur, pemimpin
redaksi, juga redaktur budaya.
Kini
ia mengelola situs Pemko Medan, situs berita infokom.
Berlanjut
kepada prestasi di dunia sastra, Teja Purnama juga telah banyak memiliki
antologi puisi di antaranya: Puisi-puisi Koran Sabtu Pagi (Penyair Medan),
Bumi, Tengok, Indonesia penerbit Angkasa Bandung, Ternate.
Kemudian
antologi cerpen yaitu Denting (Dewan Kesenian) dan masih banyak lagi yang
lainnya.
Dalam
karya-karyanya, ia lebih memakai diksi tubuh, seperti yang terlihat pada
kutipan puisi Akulah Medan berikut ini:
“walau orang-orang melukis kelamin
dengan darah perawan…”
Ia
memakai diksi tubuh karena tubuh dekat dengan kita, ke mana-mana kita pasti
bersama dengan tubuh. Selain itu tubuh juga mempunyai makna filosofi,
sosiologi, dan religious anggapnya.
Berbicara
mengenai karya, terlihat adanya perbedaan yang signifikan. Terlihat pada masa
SMA dan Kuliah karya-karyanya lebih dekat dan akrab dengan tema percintaan,
kematian, kehidupan sehari-hari, dan kejadian-kejadian yang terlihat di
sekitarnya. Singkatnya pada masa SMA dan Kuliah karya-karyanya mengambil unsur
psikologis.
Sementara
itu, setelah bekerja menjadi jurnalistik adanya pengaruh tersebut terlihat dari
karya-karya yang berbau fakta, protes, dan pemberontakan. Singkatnya pada masa
bekerja sebagai jurnalistik, karya-karyanya mengambil unsur sosial.
Komentar
Posting Komentar