Empat
Mata yang Mengikat Dua Waktu
(dimuat Harian Waspada Kolom Budaya edisi Selasa, 12 Juli 2016)
Oleh:
Julaiha S.
Memahami defenisi cerpen, tentu
bukan hal yang sulit ketika pembaca menekuni maksud dalam bacaannya. Tentu
menjadi hal yang sulit ketika hendak menuliskan sebuah cerpen sesuai dengan
konversi perasaan dan lingkungan sosial. Cerpen kerap dikaitkan dengan kehidupan
pribadi, pengalaman-pengalaman orang lain serta kehidupan sosial yang dianggap
menarik untuk dijadikan cerpen. Membuktikan kekuatan dalam membangun cerpen,
perlu adanya referensi yang cukup serta menambah warna dari cerpen itu sendiri.
Namun tetap punya karater yang dapat dijadikan identitas si penulis dalam
menuliskan karya sastranya (cerpen).
Perlu diketahui pula, membaca cerpen
perlu adanya imajinasi dari si pembaca untuk memberikan gambaran mengenai isi
cerpen. Tidak sekadar penulis yang dituntut untuk berfikir imaji, pembaca yang
baik tentu akan melibatkan imajinasinya dalam mengembangkan cerpen yang
dibacanya. Lalu bagaimana dengan cerpen Empat
Mata yang Mengikat Dua Waktukarya Alda Muhsi, apakah pembaca perlu berkontibusi dengan imaji dan fikiran
lainnya? Sementara jika melihat dari sampul buku Alda Muhsi, tentu tidak
diragukan lagi bahwa cerpen ini berkutak pada kehidupan percintaan dan
kesedihan.
Cerpen Empat Mata yang Mengikat Dua Waktukarya Alda Muhsi telah mampu
membangun roh-roh pembaca untuk terlibat di dalam cerpen ini. Cerpen yang
digandrungi oleh kesedihan dan perpisahan telah lekat dalam kehidupan
percintaan setiap insan. Terlihat pada kutipan //Menatap tajam satu yang dituju/ membuat langkah tak bergerak/
Membelenggu rindu hingga tak beranjak/ Sementara kita hanyalah sepasang insan
yang menjadi korban jarak/ sejauh-jauh bentangan/ Hanya cerita yang menjadi
segala penybab luka//
Persoalan cinta salah satunya adalah
jarak. Dalam hal ini jarak bukanlah sekadar tempat tinggal yang jauh atau
berada di pulau berbeda. Namun jarak itu muncul ketika perasaan seseorang mulai
mengalami dilema atau bimbang terhadap pasangannya. Sejak saat itu jarak akan
terbentuk. Terlihat dalam kutipan di atas bahwa kesedihan itu tercipta dari
jarak yang terbangun dalam hati.
Dilihat dari sisi tipografi, Cerpen Empat Mata yang Mengikat Dua Waktukarya
Alda Muhsi terbangun dari narasi yang panjang. Narasi dalam cerpen tersebut
masih berkutak pada ekspresi hati yang dikurung perasaan bimbang. Namun, narasi
yang panjang kerap akan menimbulkan kebosanan pada pembaca. Hal ini yang perlu
diperhatikan dalam menuliscerpen, mampu mengolah narasi dengan baik sehingga
menimbulkan efek gambaran pada pembaca untuk memahami sebuah cerpen. Cerpen Empat Mata yang Mengikat Dua Waktukarya
Alda Muhsi agaknya kurang berhasil dalam hal itu, ditambah dengan dialog-dialog
yang cukup padat di dalam cerpen tersebut. Tidak salah jika penulis mampu
mengolah dialog tersebut menjadi kekuatan bagi cerpennya, namun tetap harus
memiliki cara agar dialog-dialog dalam cerpen dapat dinikmati dengan baik.
Cerpen Empat Mata yang Mengikat Dua Waktukarya Alda Muhsi dan cerita
lainnya memiliki keunikan-keunikan yang sayang jika dilewatkan. Cerita ini
membongkar perasaan dalam hatinya dalam sekali pertemuan, begitu panjang dan
menjelaskan banyak hal yang terjadi beberapa hari yang lalu. Pertemuan ini
dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi dengan sepasang kekasih
di dalam cerita tersebut.
//Kau
tahu kenapa aku tak pernah mengunggah foto-fotoku dengannya di media sosial?
Karena ada hati yang kujaga/ Hati itu adalah milikmu…//. Dalam kutipan ini
terasa sekali sepasang kekasih yang menjalin hubungan yang tidak baik. Mereka
menjalin hubungan di atas hubungan lainya. Dapat dikatakan ini adalah orang
ketiga dari sebuah hubungan. Foto-foto yang dijelaskan tokoh lelaki yang tak
jelas siapa dia, adalah bentuk imaji
mental yang terbentuk dari foto-foto.
Imaji mental merupakan wujud
eksperimen yang dilakukan untuk memperlihatkan bahwa imaji memiliki kandungan
yang berhubungan dengan pancaindera. Dalam hal ini foto-foto merupakan hasil
eksperimen yang dilakukan penulis untuk mempertajam imaji pembaca, bagaimana
foto mampu menjaga perasaan orang lain.
Eksperimen ini juga pernah dilakukan
oleh Schraub, yakni; ia menggunakan bunyi-bunyi dari suara keras yang
dihasilkan dan ditangkap oleh telinga akan membentuk instruksi untuk
menciptakan perasaan kekerasan dalam sebuah adegan. Penelitian ini hanya akan
masuk akal jikalau imaji tersebut merupakan persepsi yang terbentuk perasaan
(mental) seseorang.
Cerita ini begitu kuat dengan imaji
mental. Cerpen Empat Mata yang Mengikat
Dua Waktu karya Alda Muhsi mengandalkan mata pada setiap pembentukan
cerpen. Sesuai judul, mata merupakan prioritas penulis untuk membentuk
imajinasi pembaca dalam memahami makna cerpen tersebut. Kesedihan dirasakan
oleh sepasang kekasih, ternyata cukup menyakitkan untuk berpisah. Sebab,
kebersamaan, kasih sayang yang diberikan dari berbagai bentuk begitu membekas
pada perasaan sepasang kekasih yang terdapat dalam cerita.
Cerita ini memiliki keunggulan yang
membuat pembaca kehilangan kebosanan pada narasi diawal cerita. Satire
mengatakan bahwa gerakan yang muncul karena pengaruh dari pengetahuan dan
simbol-simbol disekitarnya, imaji tercipa berdasarkan pengetahuan yang
terealisasikan pada gerakan tubuh.Cerpen Empat
Mata yang Mengikat Dua Waktu karya Alda Muhsi menguasai dengan baik imaji
mental tersebut. Sehingga makna dalam cerpen tersebut tergambarkan dengan baik.
Pada akhir cerita dikatakan seperti
ini; //Tiga hari kemudian, hampir tengah
malam ketika perempuan itu sedang sibuk membakar kenangan dalam kepalanya
lelaki itu mengirimkan pesan lewat ponsel…. Maafkan aku, tiga hari ini
sepanjang waktu aku selalu memikirkan kamu//. Cerita tersebut jelas
menyisahkan kepedihan di antara keduanya. Perjalanan cinta yang seperti ini,
sering dijadikan cerpen ataupun cerita fiksi lainnya sebab ceritanya sering
terjadi dalam kehidupan masyarakat pada umumnya. Barangkali pengemasan yang unik
dan menarik yang menjadi pembeda dari lainnya.
Semoga Cerpen Empat Mata yang Mengikat Dua Waktu karya Alda Muhsi dapat
menginspirasi para penulis untuk terus berkarya dan berproses. Sebab, sekadar
membuat buku bukanlah jaminan bagi seseorang untuk dikatakan penulis. Walaupun
penulis membutuhkan pengakuan akan hal itu. Berproses dengan menyebarkan karya
ke media masa, majalah dan media lainnya dengan tujuan untuk mencapai kualitas
merupakan cara bijak untuk lebih baik. Sehingga buku yang dihasilkan dapat dikonsumsi
dengan baik oleh pembaca. Semangat berkarya!
Penulis adalah
anggota dari OOS, Kompensasi, dan KPPI-Medan serta penyuka puisi
Komentar
Posting Komentar