Langsung ke konten utama

Bisnis Penerbit Buku Berkonsep Self Publishing

dimuat di Harian Analisa Rubrik Opini edisi Rabu, 30 November 2016



Dunia bisnis selalu mempunyai kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Apakah itu kemungkinan baik atau kemungkinan buruk. Keduanya berada dalam posisi seimbang. Karena yang paling penting adalah bagaimana seorang pebisnis menghasilkan banyak uang. Tak terkecuali bisnis dalam dunia perbukuan, yang lebih dipersempit lagi dalam dunia penerbitan buku.
Sejak tahun 2000-an secara perlahan bermunculan penerbit dengan konsep self publishing. Konsep ini memungkinkan siapa saja yang memiliki naskah dapat diterbitkan ke dalam sebuah buku dengan biaya sendiri. Siapa saja dapat menjadi penulis buku dengan adanya konsep ini. Asal punya modal naskah dan biaya produksi sudah bisa disebut penulis buku.
Hal tersebut mencuat disebabkan oleh berbagai macam alasan. Ada yang menganggap bahwa untuk menerbitkan buku di penerbit mayor membutuhkan waktu lama, dan harus melalui tahap seleksi. Belum lagi ketika buku tersebut sudah dipasarkan, royalti yang diterima hanya 10% dari harga buku. Itu pun nantinya akan dipotong segala tetek bengek semacam zakat, pajak, dan sebagainya.
Dalam penerbit berkonsep self publishing ini kekurangan yang sangat terlihat adalah biaya produksi untuk menerbitkan buku memakai biaya sendiri dan pasar jual yang terbatas. Misalnya kita hanya mencetak 200 eksemplar, jangakauannya hanyalah orang-orang sekeliling kita. Dalam artian buku-buku tersebut kitalah yang menjualnya sendiri. Berbeda dengan penerbit mayor yang membiayai seluruh produksi dan memasarkan di toko-toko buku seluruh pelosok negeri.
Akan tetapi kekurangan itu dapat kita tanggulangi dengan adanya pihak sponsor yang mendukung sepenuhnya untuk produksi buku kita. Manfaatkanlah kelihaian kita dalam menulis untuk menarik hati sponsor agar berkenan. Dalam hal pemasaran buku ada baiknya kita menilik distributor-distributor yang siap memasarkan buku kita. Ditambah lagi dengan kemajuan zaman, banyaknya tersedia toko buku daring semakin membuat kesempatan pemasaran ke seluruh negeri terbuka lebar. Kuncinya ada pada negosiasi kedua belah pihak.
Jika ada kekurangan tentu juga ada kelebihan, sebagaimana dalam kehidupan adanya sebuah keseimbangan. Kelebihan dalam menerbitkan buku secara self publishing adalah mengajarkan kepada para penulis untuk sekaligus terjun dalam dunia bisnis. Di sini penulis juga berperan sebagai seorang pedagang yang menjajakan dagangannya (baca: buku). Para penulis harus memikirkan strategi penjualan yang dapat menjadi daya tarik agar orang-orang berminat membeli dan membaca buku karangannya.
Selain itu, keuntungan yang didapat dari hasil penjualan buku tersebut 100% adalah milik penulis. Jadi tidak perlu takut berbagai kepada penerbit yang bersangkutan. Hal tersebut berlaku pada keadaan di mana penulis yang membiayai seluruh produksi buku-bukunya. Akan menjadi hal berbeda jika ada sponsor yang berniat membiayai produksi, tentunya ada permintaan-permintaan dari sponsor tersebut terkait keuntungan yang didapat. Lagi-lagi ini hanya soal negoisasi antara dua belah pihak.
Kembali lagi ke pembahasan soal kemungkinan dalam dunia bisnis tadi. Kemungkinan-kemungkinan tersebut tidak hanya berlaku pada pebisnis, tapi juga berlaku kepada konsumen. Dalam hal menerbitkan buku secara self publishing kemungkinan yang terjadi pada penulis ialah persoalan ISBN palsu.
Seperti yang kita ketahui, sebuah buku semestinya memiliki ISBN (International Standard Book Number) yang menandakan bahwa buku tersebut telah tercatat secara resmi di perpustakaan internasional. Dalam pengurusan ISBN itu sendiri ada beberapa langkah yang mestinya dilakukan sebuah penerbit. Apakah sulit untuk mengurus ISBN? Jawabnnya tidak. Namun mengapa bisa ada ISBN palsu? Ini hanyalah kerjaan orang tidak bertanggung jawab yang mengatasnamakan penerbit, menjual ide-ide orang demi meraup keuntungan sendiri.
Kita sebagai penulis yang ingin menerbitkan buku secara self publishing baiknya memilih penerbit yang memang benar-benar sudah terdaftar di perpustakaan nasional. Untuk mengetahuinya kita cukup membuka laman http://isbn.pnri.go.id/ kemudian silakan periksa status validasi penerbit. Jika status validasi sudah oke, maka dapat dipastikan penerbit tersebut dapat menjadi pilihan kita dalam menerbitkan buku.
Banyak orang luput dari permasalahan ini. Hanya menganggap dengan adanya barcode dan kode ISBN di belakang sampul mereka sudah serta merta percaya bahwa buku-buku tersebut sudah terdaftar. Hati-hatilah para penulis dan pembaca, membuat barcode dan kode ISBN itu bukan perkara yang sulit di zaman serba canggih seperti sekarang ini. Hanya bermodal laptop dan aplikasi Corel Draw kita dapat membuat berbagai macam bentuk barcode yang kita kehendaki. Untuk memeriksa keaslian ISBN pada sebuah buku kita bisa melakukannya dengan memanfaatkan laman perpustakaan nasional tadi. Kita dapat mencari mulai dari penulisnya, judulnya, ISBN-nya, dan juga penerbitnya. Cukup mudah bukan? Untuk itu marilah secepatnya kita sadari dan bersikap bijak terhadap persoalan ini.
Penerbitan buku tak lepas dari dunia bisnis. Sesuai kalimat pembuka tadi, setiap bisnis memiliki kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Baik dalam penerbitan buku oleh penerbit mayor maupun penerbit buku self publishing. Kemungkinan yang terjadi bisa baik bisa juga buruk.
Menerbitkan buku dengan penerbit mayor memungkinkan buku kita menjadi tersebar ke seluruh toko-toko buku di Indonesia. Namun bagaimana perihal laporan penjualan buku tersebut? Timbul lagi pertanyaan yang akan membuat kita menduga-duga kemungkinan apa yang akan terjadi.
Begitu juga jika menerbitkan buku dengan penerbit self publishing kemungkinan yang terjadi adalah bagaimana pengemasan buku tersebut, bagaimana perihal ISBN-nya, dan bagaimana cara memasarkannya agar dibeli orang. Nah, pada saat ini dibutuhkan kejelian penulis untuk memilih penerbit, kepintaran dan pemikiran yang matang oleh si penulis agar pertanyaan-pertanyaan yang bersarang di hati soal kemungkinan-kemungkinan itu dapat dijawab secara pasti.
Karena sejatinya dalam dunia bisnis yang dibutuhkan pebisnis itu hanyalah keuntungan semata. Oleh karena itu mereka terkadang melupakan soal tenggang rasa.
Apakah Anda penulis yang ingin menerbitkan buku? Silakan dipertimbangkan.
                                         *Penulis merupakan alumni Sastra Indonesia Universitas Negeri Medan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syarat Pindah Alamat Berlangganan Indihome

sumber: google   Masa kontrakan habis, mau pindah ke kontrakan baru, tapi gimana dengan layanan indihome yang sudah terpasang? Tentu saja kita ingin memindahkan perangkat tanpa harus ada embel-embel pasang baru agar terhindar dari biaya pasang yang bernilai Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah). Itulah kemauan kita, tapi berbeda dengan aturan yang ditetapkan oleh pihak Telkom. Kejadian itu menimpa saya. Beberapa hari yang lalu saya berkunjung ke Plaza Telkom Jalan Putri Hijau Medan dengan tujuan untuk memindahkan perangkat i ndihome saya dari kontrakan lama ke kontrakan baru. Setelah naik ke lantai 2 (kantor pelayanan) saya mengantre beberapa saat, tidak pakai selembaran kertas nomor antrean, katanya mereka pakai sistem digital, pelanggan hanya dipotret, dan nanti tiba gilirannya CS akan menghampiri (sebuah inovasi pelayanan dan langkah bijak untuk menghemat pemakaian kertas). Tiba giliran saya untuk mengadu persoalan saya. Namun, jawaban sang CS tidak bisa menenteramkan hati,

[CERPEN ANAK] PR Feby

Akhirnya Redaktur Taman Riang Harian Analisa berkenan kembali mempublikasikan cerpen anak saya. Cerpen ini saya kirim bulan Oktober 2017 dan baru diterbitkan edisi Minggu, 7 Januari 2018.  Terima kasih saya haturkan, dan semoga berkenan menerbitkan cerpen-cerpen selanjutnya. Hehehe... Ayo menulis cerita anak untuk menyelamatkan anak-anak dari serangan game online dan medsos yang melumpuhkan akal. Ilustrasi: Analisa Oleh Alda Muhsi Feby merupakan murid kelas 2 sekolah dasar di SD Negeri 011. Setiap hari gurunya selalu memberikan PR dengan alasan untuk melatih daya ingat, dan membiasakan agar murid-muridnya rajin belajar. Dalam kelasnya, Feby termasuk murid yang rajin mengerjakan PR. Tak pernah sekalipun ia luput dari PR-nya. Feby telah dibiasakan orang tuanya agar sepulang sekolah harus menyelesaikan PR. Berbeda dari biasanya, hari ini sepulang sekolah Feby diajak Amanda untuk berkunjung ke rumahnya. Amanda merupakan seorang murid baru, pindahan dari Jakarta. Feby ya

Teja Purnama, Sosok Penyair Kota Medan

(Catatan ini ditulis pada tahun 2012 oleh Alda Muhsi, Ferry Anggriawan, dan Sari Uli Octarina Panggabean semasa kuliah saat bertemu di Taman Budaya Sumut) Teja Purnama Lubis, lahir di Medan pada tanggal 19 Januari 1973. Anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Asmara Kusuma Lubis dan Rosmiati. Yang kini berdomisili di jalan Karya gang Suka Damai no. 5-H Kecamatan Medan Barat. Mempunyai tiga orang anak dengan istri Awalina Nasution. Modal awal menjadi seorang penyair baginya adalah membaca. Sewaktu kecil, kakek dan ayahnya banyak meninggalkan buku sastra lama. Setiap minggunya ia juga disuguhkan majalah anak-anak seperti Majalah Bobo. Ia pun tak menyangka pada akhirnya setelah memasuki SMP, ternyata ia mencintai dunia sastra. Hal itu terlihat bahwa pada masa SMP ia telah hobi membaca puisi. Hal ini juga berlanjut pada masa SMA hingga kuliah setiap perlombaan baca puisi ia pasti mendapatkan juara 1. Setelah membaca puisi, ia juga menyalurkan bakatnya lewat tulisan ka