Langsung ke konten utama

ANTISIPASI BANJIR SAMPAH USAI PESTA TAHUN BARU

Tulisan ini sebenarnya telah saya buat pada akhir tahun 2015 menjelang tahun baru 2016, tapi ketika itu saya mengirimkannya ke rubrik Lingkungan Harian Analisa, dan ternyata belum mendapat tempat. Kemudian setelah melalui proses revisi dan penambahan saya mengirimkannya lagi ke rubrik Opini Harian Analisa pada 25 Desember 2016 dan akhirnya mendapat tempat, terbit edisi Sabtu, 31 Desember 2016.
Selamat membaca dan selamat tahun baru 2017, semoga Indonesia damai selalu.



Pergantian tahun tinggal menunggu hari. Seperti biasa pada tahun-tahun sebelumnya malam pergantian tahun akan dimeriahkan dengan berbagai acara, yang paling puncak adalah pesta kembang api. Titik yang menjadi langganan pesta kembang api di Kota Medan yaitu Lapangan Merdeka dan Kampung Madras di jalan Zainul Arifin.
Orang-orang dari berbagai penjuru akan memadati titik-titik perayaan pesta kembang api tersebut. Mereka semua bersukacita merayakan pergantian tahun. Tak memandang umur, semua usia turut memeriahkan malam yang hanya datang setahun sekali itu. Memang sah-sah saja kita merayakannya. Apa lagi dengan harapan semoga tahun yang akan datang akan menjadi tahun yang lebih baik dari tahun yang ditinggalkan. Dan tahun yang ditinggalkan dijadikan sebagai pelajaran untuk menghadapi tahun mendatang.
Akan tetapi yang patut kita perhatikan adalah dampak dari acara tersebut. Melihat pengalaman beberapa tahun belakangan, usai pesta perayaan tahun baru digelar tentu saja menyisakan dan meninggalkan sampah yang berserakan di mana-mana. Sampah kembang api, terompet, plastik bekas makanan, botol minuman, dan lain-lain yang semuanya jelas membuat pemandangan tak menyehatkan mata.
Seolah-olah harapan kita di tahun baru tercoreng pada hari pertama dengan membludaknya sampah. Hari pertama di tahun baru yang kita saksikan adalah banjir sampah. Bukannya keinginan kita memulai hari yang baru ini dengan hal yang baik-baik? Tapi mengapa malah memulainya dengan banjir sampah yang melanda kota kita? Inikah yang sebenarnya kita inginkan? Kita bersenang-senang, sementara alam kita biarkan menerima segala dampaknya. Kalau kata pepatah kita menari di atas penderitaan orang lain. Tentu saja kita di sana adalah manusia (orang-orang yang merayakan pesta pergantian tahun) dan orang lain di sana adalah alam (tempat kita berpesta).
Sering penulis mendengar alasan berbunyi sesekali begini tak mengapa, setahun sekali jadi patut dirayakan, Nanti setelah selesai acara bisa dibersihkan, dan lain sebagainya.
Baiklah kalau begitu penulis ingin kembali bertanya bagi yang merasa mempunyai jawaban-jawaban seperti itu. Yang pertama adalah sesekali melakukan begitu tak mengapa? Oke, kita lihat apakah sampah berserakan di kota kita hanya pada malam itu saja? Hanya pada pesta pergantian tahun itu digelar? Jawabannya tentu tidak. Setiap hari sampah berserakan dan hanya sedikit orang yang peduli. Mungkin memang sampah yang tak sengaja dibuang ke jalan, atau sampah bekas angin dan yang dibawa hujan. Permasalahan sampah di kota bahkan negeri ini masih belum dapat diselesaikan, tapi kenapa kita malah menambahnya? Yang lebih ironis lagi adalah dalam kehidupan sehari-hari bahkan masih saja ada orang-orang membuang sampah ke parit dan sungai dengan sengaja. Apakah ini yang dinamakan sesekali tidak mengapa?
Yang kedua, setahun sekali jadi patut dirayakan. Benar, tidak ada yang salah, dan tidak ada yang melarang. Bahkan lembaga pemerintahan pun yang mengagendakan acara pesta tersebut. Tapi apakah kita terlalu ego dengan mementingkan diri sendiri. Mementingkan pesta yang hanya digelar sekali dalam setahun itu dan harus mengorbankan lingkungan sekitar? Coba tutup mata dan rasakan dalam hati. Tegakah kita merusak alam sendiri hanya dengan beberapa jam, hingga kita menghitung mundur dalam 10 detik terakhir?
Yang ketiga, nanti setelah selesai acara bisa dibersihkan. Pertanyaannya siapa yang akan membersihkan? Oh, tentu saja dinas kebersihan, bukan? Lagi-lagi kita menjadi pengecut, menjadi manusia yang penuh ego. Kenapa kita yang berbuat lalu orang lain yang harus bertanggung jawab. Janganlah menjadi seorang yang melempar batu sembunyi tangan. Tapi untuk itulah mereka digaji. Oh, iya benar, apakah kita para pekerja tak ingin mendapat hari libur di tanggal merah? Pekerja kebersihan itu terpaksa tak libur hanya untuk membersihkan kotoran yang kita buat. Apakah bisa dibayangkan, pada malam perayaan pergantian tahun petugas kebersihan itu tak pernah sekalipun hadir untuk sekadar meniupkan terompet pertanda tahun berganti? Lalu esoknya dialah orang yang memungut sampah terompet kita? Mungkin malam itu mereka tak pernah tidur dengan nyenyak sebab memikirkan hari esok yang tengah menanti, sebab hari esok banjir sampah siap untuk dikuras.
Begitulah mirisnya kita dalam berhubungan dengan lingkungan. Hal-hal kecil yang tidak kita sadari sebenarnya mampu untuk mengurangi permasalahan lingkungan, tapi malah kita setiap hari menambahnya.
Penulis bukan marah atau menentang pesta pergantian tahun diadakan. Apalah daya seorang penulis yang mencintai lingkungan ini melarang-larang ribuan bahkan jutaan orang yang dikomandoi walikota merayakan pesta pergantian tahun, tapi mohon diperhatikan lingkungan kita. Seandainya tiap-tiap badan pemerintahan mengatur dan tiap lapisan masyarakat mau diatur untuk membawa pulang sampah mereka seusai acara, tentu saja tidak akan terjadi sampah yang menumpuk, yang nantinya jadi menambah pekerjaan pekerja kebersihan yang tak bersalah. Barangkali banyak petugas kebersihan yang tak ingin tahun berganti, karena malam itu akan menjadi malam yang sangat mengerikan dalam lingkup pekerjaannya.
Memang tak mudah, tapi bukan berarti tidak mungkin. Dalam hidup yang sulit adalah ketika kita tidak berbuat. Jika ingin dibandingkan dengan aksi damai 411 dan aksi super damai 212 kita bisa melihat betapa santunnya para peserta. Tidak ada taman yang rusak, tidak ada sampah yang berserak, semua sampah telah tersusun rapi dalam kantong plastik yang siap diangkut mobil petugas kebersihan. Bisakah kita mencontoh para peserta aksi tersebut dalam kaitannya menjaga kebersihan lingkungan kita? Ya semoga saja bisa. Agar acara pesta pergantian tahun ini dapat dilaksanakan tanpa ada kontroversi tiap tahunnya.
Bukankah dengan begitu, tanggal 1 Januari sebagai pembuka tahun baru kita menyaksikan alam yang bersih dan suci, seperti doa-doa dan harapan kita untuk hari-hari ke depannya agar lebih baik?
Mari membuka mata seterang-terangnya, mari membuka jiwa seluas-luasnya. Alam lingkungan adalah pemberi kehidupan kita. Tanaman adalah makhluk hidup, sama seperti kita, yang ingin hidup tenteram dan damai. Maka jagalah habitatnya, jangan cemarkan lingkungan tempat mereka bertumbuh. 
*Penulis adalah alumni Sastra Indonesia UNIMED dan Pecinta lingkungan

Komentar

  1. segan x ah. pecinta lingkungan. hidup pak jokowi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha itu artikel lingkungan tahun lalu, gak dimuat. Hajar lagilah tahun ini. Apa lagi

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syarat Pindah Alamat Berlangganan Indihome

sumber: google   Masa kontrakan habis, mau pindah ke kontrakan baru, tapi gimana dengan layanan indihome yang sudah terpasang? Tentu saja kita ingin memindahkan perangkat tanpa harus ada embel-embel pasang baru agar terhindar dari biaya pasang yang bernilai Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah). Itulah kemauan kita, tapi berbeda dengan aturan yang ditetapkan oleh pihak Telkom. Kejadian itu menimpa saya. Beberapa hari yang lalu saya berkunjung ke Plaza Telkom Jalan Putri Hijau Medan dengan tujuan untuk memindahkan perangkat i ndihome saya dari kontrakan lama ke kontrakan baru. Setelah naik ke lantai 2 (kantor pelayanan) saya mengantre beberapa saat, tidak pakai selembaran kertas nomor antrean, katanya mereka pakai sistem digital, pelanggan hanya dipotret, dan nanti tiba gilirannya CS akan menghampiri (sebuah inovasi pelayanan dan langkah bijak untuk menghemat pemakaian kertas). Tiba giliran saya untuk mengadu persoalan saya. Namun, jawaban sang CS tidak bisa menenteramkan hati,

[CERPEN ANAK] PR Feby

Akhirnya Redaktur Taman Riang Harian Analisa berkenan kembali mempublikasikan cerpen anak saya. Cerpen ini saya kirim bulan Oktober 2017 dan baru diterbitkan edisi Minggu, 7 Januari 2018.  Terima kasih saya haturkan, dan semoga berkenan menerbitkan cerpen-cerpen selanjutnya. Hehehe... Ayo menulis cerita anak untuk menyelamatkan anak-anak dari serangan game online dan medsos yang melumpuhkan akal. Ilustrasi: Analisa Oleh Alda Muhsi Feby merupakan murid kelas 2 sekolah dasar di SD Negeri 011. Setiap hari gurunya selalu memberikan PR dengan alasan untuk melatih daya ingat, dan membiasakan agar murid-muridnya rajin belajar. Dalam kelasnya, Feby termasuk murid yang rajin mengerjakan PR. Tak pernah sekalipun ia luput dari PR-nya. Feby telah dibiasakan orang tuanya agar sepulang sekolah harus menyelesaikan PR. Berbeda dari biasanya, hari ini sepulang sekolah Feby diajak Amanda untuk berkunjung ke rumahnya. Amanda merupakan seorang murid baru, pindahan dari Jakarta. Feby ya

Teja Purnama, Sosok Penyair Kota Medan

(Catatan ini ditulis pada tahun 2012 oleh Alda Muhsi, Ferry Anggriawan, dan Sari Uli Octarina Panggabean semasa kuliah saat bertemu di Taman Budaya Sumut) Teja Purnama Lubis, lahir di Medan pada tanggal 19 Januari 1973. Anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Asmara Kusuma Lubis dan Rosmiati. Yang kini berdomisili di jalan Karya gang Suka Damai no. 5-H Kecamatan Medan Barat. Mempunyai tiga orang anak dengan istri Awalina Nasution. Modal awal menjadi seorang penyair baginya adalah membaca. Sewaktu kecil, kakek dan ayahnya banyak meninggalkan buku sastra lama. Setiap minggunya ia juga disuguhkan majalah anak-anak seperti Majalah Bobo. Ia pun tak menyangka pada akhirnya setelah memasuki SMP, ternyata ia mencintai dunia sastra. Hal itu terlihat bahwa pada masa SMP ia telah hobi membaca puisi. Hal ini juga berlanjut pada masa SMA hingga kuliah setiap perlombaan baca puisi ia pasti mendapatkan juara 1. Setelah membaca puisi, ia juga menyalurkan bakatnya lewat tulisan ka