Langsung ke konten utama

BENCANA MENYATUKAN KITA



Sebuah catatan singkat akhir tahun, sebagai pengingat bahwa kita adalah bangsa yang besar. Maka jangan lagi bertengkar, bersatu adalah kekuatan, yang menjadi kunci agar bendera kita berkibar semakin kencang. Sambil berdoa buat saudara-saudara kita yang terkena musibah gempa di Aceh. Mengenang 12 tahun tragedi Tsunami.
Tulisan ini belum diterbitkan di media mana pun.
***
Tahun sudah tiba di bagian penutup, itu artinya bulan telah memasuki Desember. Mau tidak mau bulan Desember pasti akan menyeret ingatan kita pada satu bencana besar dan dahsyat yang menerjang tanah serambi mekah. Tepatnya pada 26 Desember 2004 gempa bumi terjadi di Aceh berkekuatan 9.3 skala ritcher yang kemudian disusul gelombang raksasa bernama Tsunami. Seluruh dataran Aceh menjadi lautan, porak poranda, hancur lebur berantakan. Nyawa yang melayang diperkirakan mencapai 500.000 orang.
Tahun 2016, setelah 12 tahun berselang, Aceh kembali dilanda gempa, tanpa Tsunami. Di tengah bayang-bayang mengobati trauma justru bencana itu datang lagi. Kita bisa rasakan bagaimana perasaan saudara-saudara kita di sana.
 Desember sepertinya menjadi bulan langganan musibah di tanah Aceh. Tepatnya Rabu, 7 Desember 2016, gempa berkekuatan 6,5 skala ritcher mengguncang tanah Aceh pada pukul 05.03 WIB. Berdasarkan data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pusat gempa berada di 18 kilometer sebelah Timur Laut Kabupaten Pidie Jaya dengan kedalaman 10 kilometer.
Sampai saat ini, korban meninggal dunia sudah mencapai 103 orang. Sementara korban luka sebanyak 700 orang. Belum lagi jumlah bangunan rusak dan roboh. Ini merupakan tugas berat kita semua yang diwakilkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Jika kita renungkan mungkin inilah teguran Tuhan kepada bangsa Indonesia untuk kembali mempererat persatuan dan kesatuan. Setelah belakangan ini bangsa kita terpecah oleh isu sara yang semakin menjadi-jadi dan berkepanjangan. Mungkin ini cara Tuhan untuk kembali mengikat tali persatuan bangsa yang sempat terputus, merekatkan kembali kesatuan yang sempat renggang. Mungkin inilah cara Tuhan agar membuat mata kita beralih pandangan menuju barat Indonesia, yang belakangan hanya tertuju ke ibukota. Mungkin inilah cara Tuhan agar kita menyingsingkan lengan, dan bahu membahu untuk membantu saudara-saudara kita yang tertimpa bencana gempa di Aceh sana.
Bukankah Tuhan Maha Baik masih memperingatkan kita. Apakah kita tidak menyadarinya? Tuhan menurunkan bencana di bumi Aceh agar kita tak melulu silau pada persoalan di Ibukota. Agar kita tak saling hujat yang berujung terjadinya kekacauan. Boleh jadi Tuhan menurunkan bencana di Aceh agar kita semua kembali bersatu membangun negeri, membangun persaudaraan, berbuat baik tanpa memandang perbedaan.
Coba lihat ribuan korban tertimbun bangunan-bangunan roboh. Mereka tidak butuh mendengar pertengkaran kita yang tersiar di televisi. Perang media masa, perang dunia maya. Apakah tak letih mata kita terus memandang seperti itu? Kebenaran memang harus ditegakkan setegak-tegaknya. Adil tanpa ada intervensi sama sekali.
Semoga ini dapat menjadi pelajaran bagi kita agar semakin solid dalam berbangsa dan bernegara. Semakin erat persatuan dan persaudaran walau berbeda suku, ras dan agama. Menjaga kebhinekaan yang menjadi semboyan dan pancasila yang menjadi dasar negara Republik Indonesia. Jangan sampai Tuhan mesti menurunkan bencana-bencana lagi untuk menegur kita. Baiknya kita bersatu sebelum Tuhan menegur lagi.
Semoga saja dengan berakhirnya tahun 2016 ini maka berakhir pula pertikaian yang dihadapi bangsa. Baik itu pertikaian antar warga negara maupun pertikaian-pertikaian pemerintahan kita. Dengan begitu kita akan lebih tenang menghadapi tahun baru yang tengah di ambang gerbang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syarat Pindah Alamat Berlangganan Indihome

sumber: google   Masa kontrakan habis, mau pindah ke kontrakan baru, tapi gimana dengan layanan indihome yang sudah terpasang? Tentu saja kita ingin memindahkan perangkat tanpa harus ada embel-embel pasang baru agar terhindar dari biaya pasang yang bernilai Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah). Itulah kemauan kita, tapi berbeda dengan aturan yang ditetapkan oleh pihak Telkom. Kejadian itu menimpa saya. Beberapa hari yang lalu saya berkunjung ke Plaza Telkom Jalan Putri Hijau Medan dengan tujuan untuk memindahkan perangkat i ndihome saya dari kontrakan lama ke kontrakan baru. Setelah naik ke lantai 2 (kantor pelayanan) saya mengantre beberapa saat, tidak pakai selembaran kertas nomor antrean, katanya mereka pakai sistem digital, pelanggan hanya dipotret, dan nanti tiba gilirannya CS akan menghampiri (sebuah inovasi pelayanan dan langkah bijak untuk menghemat pemakaian kertas). Tiba giliran saya untuk mengadu persoalan saya. Namun, jawaban sang CS tidak bisa menenteramkan hati,

[CERPEN ANAK] PR Feby

Akhirnya Redaktur Taman Riang Harian Analisa berkenan kembali mempublikasikan cerpen anak saya. Cerpen ini saya kirim bulan Oktober 2017 dan baru diterbitkan edisi Minggu, 7 Januari 2018.  Terima kasih saya haturkan, dan semoga berkenan menerbitkan cerpen-cerpen selanjutnya. Hehehe... Ayo menulis cerita anak untuk menyelamatkan anak-anak dari serangan game online dan medsos yang melumpuhkan akal. Ilustrasi: Analisa Oleh Alda Muhsi Feby merupakan murid kelas 2 sekolah dasar di SD Negeri 011. Setiap hari gurunya selalu memberikan PR dengan alasan untuk melatih daya ingat, dan membiasakan agar murid-muridnya rajin belajar. Dalam kelasnya, Feby termasuk murid yang rajin mengerjakan PR. Tak pernah sekalipun ia luput dari PR-nya. Feby telah dibiasakan orang tuanya agar sepulang sekolah harus menyelesaikan PR. Berbeda dari biasanya, hari ini sepulang sekolah Feby diajak Amanda untuk berkunjung ke rumahnya. Amanda merupakan seorang murid baru, pindahan dari Jakarta. Feby ya

Teja Purnama, Sosok Penyair Kota Medan

(Catatan ini ditulis pada tahun 2012 oleh Alda Muhsi, Ferry Anggriawan, dan Sari Uli Octarina Panggabean semasa kuliah saat bertemu di Taman Budaya Sumut) Teja Purnama Lubis, lahir di Medan pada tanggal 19 Januari 1973. Anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Asmara Kusuma Lubis dan Rosmiati. Yang kini berdomisili di jalan Karya gang Suka Damai no. 5-H Kecamatan Medan Barat. Mempunyai tiga orang anak dengan istri Awalina Nasution. Modal awal menjadi seorang penyair baginya adalah membaca. Sewaktu kecil, kakek dan ayahnya banyak meninggalkan buku sastra lama. Setiap minggunya ia juga disuguhkan majalah anak-anak seperti Majalah Bobo. Ia pun tak menyangka pada akhirnya setelah memasuki SMP, ternyata ia mencintai dunia sastra. Hal itu terlihat bahwa pada masa SMP ia telah hobi membaca puisi. Hal ini juga berlanjut pada masa SMA hingga kuliah setiap perlombaan baca puisi ia pasti mendapatkan juara 1. Setelah membaca puisi, ia juga menyalurkan bakatnya lewat tulisan ka