Tulisan ini pertama kali dipublikasikan oleh Harian Analisa Rubrik Opini edisi Jumat, 9 Juni 2017
Momen
bulan puasa biasanya
dijadikan setiap orang untuk memperat tali silaturahmi antar sesama. Menyambung
tali kerinduan yang beberapa waktu
telah terputus. Menggugurkan sekat-sekat yang menghalangi
sebuah pertemuan. Singkatnya, puasa membuka peluang kepada setiap orang untuk
mengadakan reuni. Dengan melakukan acara buka puasa bersama (bukber) sejawat. Buka puasa
bersama teman semasa sekolah dahulu, SD, SMP, SMA, teman kampus, ataupun teman
sekantor.
Kegiatan
itu tentu saja akan disambut penuh
semangat bagi setiap orang. Bagaimana tidak, bertemu teman lama dalam momen
yang sangat istimewa akan terasa sangat membahagiakan. Akan tetapi
seperti yang lazim terjadi, kebahagiaan sering melalaikan kita terhadap hal-hal
lain seperti keadaan lingkungan sekitar. Pada kenyataannya kebahagiaan yang
kita miliki berbanding terbalik dan berdampak buruk bagi keadaan lingkungan
kita.
Kita kerap hilang kendali sehingga menyebabkan semakin bertumpuknya
sampah ketika acara
buka puasa bersama usai.
Apa lagi sekarang ini kebanyakan para pedagang dadakan menggelar lapak
dagangannya di pinggir jalan dan menjajakan makanan cepat saji dengan
menggunakan styrofoam, kotak plastik
kemasan, gelas plastik kemasan, dan sejenisnya yang akan menimbulkan timbunan
sampah yang sulit melebur.
Belum lagi event yang diadakan setiap
tahunnya seperti Ramadhan Fair, yang
sudah pasti akan memproduksi sampah dalam jumlah banyak.
Menurut
catatan Dinas Kebersihan Kota Medan jumlah produksi sampah di kota Medan
meningkat sekitar 5 hingga 10 persen selama bulan Ramadan. Hal tersebut
dikarenakan bertambahnya tingkat konsumsi masyarakat yang menimbulkan
pedagang-pedagang kaki lima dadakan.
Bagaimana Reaksi Kita Menyikapi Ini?
Sebenarnya ada beberapa sudut pandang yang dapat kita
lihat untuk mencegah sampah selama bulan Ramadan ini. Dari sisi pedagang,
pembeli, dan dinas kebersihan. Pertama dari sisi pedagang. Para pedagang
mestilah memiliki rasa benar-benar peduli terhadap alam sehingga menggunakan
wadah ramah lingkungan (sustainable
packaging) dalam mengemas makanan dan minuman yang dijajakan. Pengemasan
makanan dapat menggunakan dedauan, seperti yang umum digunakan yaitu daun
pisang (nasi, lontong, pecal, dsb), daun kelapa (biasanya ketupat), daun bambu
(biasanya bakcang, tempe, lupis, dodol), daun jati (nasi bakar, tempe, jenang),
daun mangkok (bubur, pepes, pecal). Penggunaan dedaunan ini untuk menjaga
kualitas makanan dan juga berperan sebagai penyumbang aroma keharuman pada
makanan yang dibungkus (terlebih dalam kondisi panas). Selain dedaunan,
pengemasan makanan dan minuman dapat digunakan dengan bahan plastik yang
mengandung polypropylen, dan wadah
biofam.
Kedua dari sisi pembeli. Sebagai pembeli yang baik
tentu saja kita bisa memilih membeli makanan dan minuman yang tersedia yang
sudah dikemas dengan wadah ramah lingkungan tadi. Sebagai pembeli yang bijak
juga sebaiknya kita membeli makanan dan minuman sesuai dengan yang dibutuhkan.
Membeli makanan dan minuman secara tidak berlebihan bukan saja berdampak baik
terhadap lingkungan, yang dengan otomatis mengurangi jumlah produksi sampah,
tetapi juga mengingatkan kita akan hakikat dari ibadah puasa itu sendiri.
Ketiga dari sisi dinas kebersihan. Inilah yang paling
penting, dinas kebersihan adalah pemegang kunci dari upaya pencegahan produksi
sampah ini. Tentu saja langkah yang dapat dilakukan adalah dengan menerbitkan
imbauan kepada para pedagang untuk menggunakan pembungkus kemasan yang ramah
lingkungan tadi. Mengontrol dan memantau pada titik yang menjadi pusat
perdagangan (pusat kuliner yang menjadi tempat buka bersama). Kemudian
menyediakan tong sampah sebanyak-banyaknya.
Sebenarnya sebagai masyarakat biasa yang peduli akan lingkungan
terdapat hal sederhana yang berdampak luar biasa yang bisa kita lakukan untuk
mencegah terjadinya banjir sampah saat buka puasa bersama. Pada lokasi terbuka,
kita dapat menggalakkan sebuah kegiatan mengutip sampah massal sebelum berbuka.
Ngabuburit
kali ini akan terasa berbeda karena kita berkumpul pada satu titik, yang
berbeda-beda setiap harinya, yang disinyalir kuat sebagai sumber penghasil
sampah, untuk memungut tiap sampah yang berserakan di tempat umum lalu
membuangnya ke tong sampah yang sudah tersedia. Tidak perlu banyak alat yang
harus dibawa. Cukup bawa kantong plastik berukuran besar dan bawa niat serta
tekad. Hilangkan segala rasa malu dan malas.
Kegiatan
yang kita lakukan itu jangan hanya sebatas ngabuburit, menanti berbuka puasa,
terlebih kita harus melakukannya setelah berbuka puasa. Karena lonjakan sampah,
waktu yang sempurna banjir sampah melanda lingkungan kita adalah ketika selesai
berbuka puasa. Kantong plastik yang kita bawa dari rumah dapat dimanfaatkan
untuk mengumpulkan sisa kemasan bekas makanan dan minuman kita. Kemudian kita
tinggal membuangnya ke tong sampah yang sudah disediakan dinas kebersihan. Dengan
melakukan hal ini, kita berarti turut berpartisipasi dalam menjaga kebersihan
lingkungan, membantu dan meringankan tugas armada dinas kebersihan dalam
menanggulangi banjir sampah yang menerpa.
Untuk mewujudkan upaya-upaya tersebut yang dibutuhkan
adalah kesadaran dari segala pihak terkait. Kita hanya dapat berharap tekad
yang kita bawa dan upaya yang kita lakukan akan menghasilkan dampak baik demi
kebersihan lingkungan kita. Kita juga mesti mengingat bukankah kebersihan itu
adalah sebagian dari iman? Jika ibadah puasa yang kita lakukan karena keimanan,
maka sudah sepantasnya kita menjaga kebersihan sebagai puing-puing untuk
mengutuhkan iman dalam hati dan kepribadian kita.
Tidak akan ada usaha yang sia-sia. Keinginan menjaga lingkungan agar terbebas dari
banjir sampah saat Ramadan ini muncul dari diri masing-masing.
Semangat itulah yang harus kita tularkan kepada sesama. Agar Ramadan yang kita jalani terasa lebih sempurna.
Bersihkan diri, bersihkan hati, dan bersihkan lingkungan!
Komentar
Posting Komentar