Langsung ke konten utama

PUISI-PUISI ALDA MUHSI - RADAR SURABAYA

Puisi-puisi berikut pertama kali dipublikasikan oleh Harian Radar Surabaya edisi Minggu, 11 Juni 2017.



BULAN
Bulan pada malam tiga puluh hari yang lalu redup
dan aku masih hapal dengan jelas
sebab pada hari itu pulalah aku menemukan wajahmu
pada remang kegelapan matamu bercahaya, menembus dadaku
dan mencari ruang kosong yang masih tersedia
sampai hari ini aku tak pernah menerka,
kapan bulan purnama akan datang
karena aku tak pernah lagi memikirkan tentang bulan sejak saat itu,
saat bertemu denganmu
rasanya biarlah malam menjadi malam,
bersama adamu aku mampu menepis segala gelisah
satu hal yang perlu kau ketahui,
dan tak perlu risau
sesekali lihatlah mataku dengan saksama,
mungkin kau bisa membacanya di sana
Medan, 2017

KEKASIHKU
Untukmu kekasihku
yang jauh di pelukan malam
biarlah kita diliputi jarak yang semakin panjang
hingga melewati batas-batas penantian
dan percakapan semu
akan kubawa kepingan rindu, yang kutabung dalam celengan
serupa koin-koin menembus waktumu
biar kita terhimpun, dari segala cinta yang berserak di dada
Medan, 2017

TERTIDUR
bulan menidurkanku pada hamparannya
aroma waktu berdiam, tiada sepoi angin
yang mengantar jejak pada pertemuan
kita dibatasi kesunyian
tak mengapa, pada masa lampau kita telah terbiasa
bersabarlah, sampai kerinduan-kerinduan yang tertidur mengantarku pada dadamu
yang beku
Medan, 2017

SEBUAH SIANG
Siang berdiam di sebuah rimbun pohon
menepi, berteduh dari degup waktu
yang tak kuasa diredam lajunya
Aku bernama kesunyian
dihinggapi keraguan
kerapuhan
orang-orang memandang
lalu lalang
tak berarti apa-apa
Di sebuah siang, lengang jalan mencumbu
kesunyian bercucu
tak hilang
kesunyian-kesunyian baru
muncul mengepung
melingkari bimbang
Medan, 2017

DI BERANDA
Di beranda aku menghitung hujan yang jatuh
pada rentang jejak yang pernah mengaitkan kita
kau dan aku saling bertautan
memegang pinggang masing-masing
Kita keluar bersama, tapi tak pernah kembali bersama
kaulah kerinduanku pada kampung halaman
di sini
di tempatku duduk menyendiri
di beranda ini
di tengah hujan mengguguri
jalan pulang
Medan, 2017

PATUNG
ada patung yang terpahat, ketika hujan tiba
patung-patung yang tersusun lewat terpaan hujan
pada dinding-dinding, batako-batako, dan tanah-tanah
aku menyaksikannya saat itu
kala malam kutermangu dalam tawanan rindu dan tanda tanya
hujan datang setelah waktu siang memanaskan terik di jantung bumi
mataku penuh cahaya, pada sela bulir hujan yang punya jeda
bayangan tubuh semakin tebal membentuk
dan mengeras
tubuhku perlahan dikibas tempias hujan
ada patung kulihat membias
yang coba kutatap lamat-lamat
mencari tempat meneduh
mengangkat kaki yang menyatu batu
Medan, 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syarat Pindah Alamat Berlangganan Indihome

sumber: google   Masa kontrakan habis, mau pindah ke kontrakan baru, tapi gimana dengan layanan indihome yang sudah terpasang? Tentu saja kita ingin memindahkan perangkat tanpa harus ada embel-embel pasang baru agar terhindar dari biaya pasang yang bernilai Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah). Itulah kemauan kita, tapi berbeda dengan aturan yang ditetapkan oleh pihak Telkom. Kejadian itu menimpa saya. Beberapa hari yang lalu saya berkunjung ke Plaza Telkom Jalan Putri Hijau Medan dengan tujuan untuk memindahkan perangkat i ndihome saya dari kontrakan lama ke kontrakan baru. Setelah naik ke lantai 2 (kantor pelayanan) saya mengantre beberapa saat, tidak pakai selembaran kertas nomor antrean, katanya mereka pakai sistem digital, pelanggan hanya dipotret, dan nanti tiba gilirannya CS akan menghampiri (sebuah inovasi pelayanan dan langkah bijak untuk menghemat pemakaian kertas). Tiba giliran saya untuk mengadu persoalan saya. Namun, jawaban sang CS tidak bisa menenteramkan hati,

[CERPEN ANAK] PR Feby

Akhirnya Redaktur Taman Riang Harian Analisa berkenan kembali mempublikasikan cerpen anak saya. Cerpen ini saya kirim bulan Oktober 2017 dan baru diterbitkan edisi Minggu, 7 Januari 2018.  Terima kasih saya haturkan, dan semoga berkenan menerbitkan cerpen-cerpen selanjutnya. Hehehe... Ayo menulis cerita anak untuk menyelamatkan anak-anak dari serangan game online dan medsos yang melumpuhkan akal. Ilustrasi: Analisa Oleh Alda Muhsi Feby merupakan murid kelas 2 sekolah dasar di SD Negeri 011. Setiap hari gurunya selalu memberikan PR dengan alasan untuk melatih daya ingat, dan membiasakan agar murid-muridnya rajin belajar. Dalam kelasnya, Feby termasuk murid yang rajin mengerjakan PR. Tak pernah sekalipun ia luput dari PR-nya. Feby telah dibiasakan orang tuanya agar sepulang sekolah harus menyelesaikan PR. Berbeda dari biasanya, hari ini sepulang sekolah Feby diajak Amanda untuk berkunjung ke rumahnya. Amanda merupakan seorang murid baru, pindahan dari Jakarta. Feby ya

Teja Purnama, Sosok Penyair Kota Medan

(Catatan ini ditulis pada tahun 2012 oleh Alda Muhsi, Ferry Anggriawan, dan Sari Uli Octarina Panggabean semasa kuliah saat bertemu di Taman Budaya Sumut) Teja Purnama Lubis, lahir di Medan pada tanggal 19 Januari 1973. Anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Asmara Kusuma Lubis dan Rosmiati. Yang kini berdomisili di jalan Karya gang Suka Damai no. 5-H Kecamatan Medan Barat. Mempunyai tiga orang anak dengan istri Awalina Nasution. Modal awal menjadi seorang penyair baginya adalah membaca. Sewaktu kecil, kakek dan ayahnya banyak meninggalkan buku sastra lama. Setiap minggunya ia juga disuguhkan majalah anak-anak seperti Majalah Bobo. Ia pun tak menyangka pada akhirnya setelah memasuki SMP, ternyata ia mencintai dunia sastra. Hal itu terlihat bahwa pada masa SMP ia telah hobi membaca puisi. Hal ini juga berlanjut pada masa SMA hingga kuliah setiap perlombaan baca puisi ia pasti mendapatkan juara 1. Setelah membaca puisi, ia juga menyalurkan bakatnya lewat tulisan ka