Artikel ini pertama kali dipublikasikan oleh Harian Analisa Rubrik Taman Remaja Pelajar edisi Minggu, 8 Oktober 2017 dengan sedikit penyuntingan. Setidaknya beginilah gambaran jembatan layang yang ada di Kota Medan, persisnya Jembatan Layang Jamin Ginting (simpang pos). Bagaimana jembatan layang di tempat kalian?
Ilustrasi: Internet |
Sabtu adalah momen paling mengasyikkan bagi para
anak muda yang tengah dilanda asmara. Sebab Sabtu adalah hari di mana
kerinduan kepada kekasih hati dapat dicurahkan. Siapa saja boleh
merayakan. Tentu saja bagi yang sudah punya pacar. Kalau tak ada pacar,
tetap di rumah adalah pilihan bijak.
Bagi pasangan yang punya banyak uang, bisalah menghabiskan malam
Minggu dengan bepergian ke plaza, nonton di bioskop, makan di kafe,
belanja ini itu dan sebagainya. Tak peduli uang yang dikeluarkan
bersumber dari mana, apakah dari orangtua atau hasil keringat sendiri.
Syukur-syukur kalau uangnya adalah hasil keringat sendiri. Kalau masih
pemberian orangtua inilah ironisnya.
Nah, bagaimana bagi yang tak punya banyak uang? Celingak-celinguk
mencari tempat tujuan? Jangan khawatir, bergabunglah dengan para
pasangan yang sama. Masih ada tempat langganan yang biasa dituju
orang-orang seperti itu, di antaranya taman kota, jajanan kaki lima,
atau jembatan layang bisa menjadi pilihan.
Di sini ada yang menarik, yaitu jembatan layang yang fungsi utamanya
mengurai kemacetan, kini jadi tempat tongkrongan para pasangan yang
memiliki uang terbatas. Begitulah yang terpantau, terkhusus jembatan
layang Jamin Ginting Medan, yang sehari-hari penulis lewati. Belum jelas
apakah keadaan serupa terdapat di jembatan layang Amplas dan Pulo
Brayan.
Sebenarnya bukan hanya malam Minggu, melainkan tiap malam. Malam
Minggu adalah malam puncaknya. Waktunya tak tanggung-tanggung, mulai
dari pukul 21.00 hingga jam 23.00, bahkan jam 00.00 WIB.
Apakah itu diperbolehkan? Apakah tak ada larangan dari petugas yang
bertanggung jawab? Bagaimana kaitannya dengan kenyamanan pengendara
yang melintas? Masalahnya adalah perbuatan tersebut dinilai berbahaya
bagi nyawa yang bersangkutan maupun nyawa pengendara lain. Masalah kedua
adalah merusak keindahan wajah jembatan layang tersebut. Karena
dinding-dindingnya dicoreti dengan cat semprot yang berisi kata-kata
atau gambar-gambar yang membuat kita geleng-geleng kepala. Belum lagi
tanaman di trotoar pemisah lajur kiri dan kanan yang berpeluang besar
untuk terinjak. Yang ketiga, sampah botol minuman dan kacang goreng yang
berserakan, karena memang sudah pasti tak ada tong sampah yang
tersedia, karena jembatan layang itu bukanlah tempat untuk nongkrong.
Memang biasanya minuman botol dan kacang goreng menjadi modal bagi
pemuda yang melakoni kisah cinta di jembatan layang.
Setelah mencagak sepeda motor, mulailah mereka duduk berdampingan menyaksikan pemandangan di bawah. Berfoto-ria dengan kamera smartphone pemberian
orangtua. Tak ada pemandangan yang indah selain cahaya lampu-lampu
kendaraan. Namun itulah kesenangan. Itulah salah satu cara anak muda
menghabiskan malam dengan sang pacar. Itulah yang dikatakan jika cinta
dunia serasa milik berdua.
Jika Anda ingin mencoba sebaiknya hati-hatilah. Jangan sampai
membahayakan nyawa diri sendiri dan orang lain. Jangan mencoret
dinding, jangan menginjak tanaman, jangan berfoto dengan pose yang
membahayakan diri, dan bawalah pulang sampah Anda! Karena sampai
sekarang belum ada kontrol dan pengawasan serius terhadap orang-orang
yang menjadikan jembatan layang sebagai tempat tongkrongannya. Kurangnya
pemahaman tentang bahaya dan tak adanya larangan serius membuat mereka
bertahan setiap malam di sana.
Mungkin dengan campur tangan dan perhatian pemerintah, kisah cinta di
atas jembatan layang ini bisa diatasi. Tentu saja kita tak mau melihat
korban berjatuhan terlebih dahulu sehingga kita nantinya sadar bahwa
jembatan layang tak akan pernah layak untuk dijadikan tempat nongkrong.
Salah satu cara yang bisa ditawarkan adalah dengan membuat taman yang
berkonsep pemandangan lampu-lampu jalan seperti pemandangan yang dapat
disaksikan dari jembatan layang itu. Tempat yang memang layak dijadikan
sebagai lokasi rekreasi. Namun itu perlu perencanaan dan persiapan
matang. Pertanyaannya: apakah mungkin?
* Maret 2017
Komentar
Posting Komentar