Artikel ini pertama kali dipublikasikan oleh Harian Analisa edisi Jumat, 27 Oktober 2017.
Foto: Ahmad Affandi |
Sebuah aplikasi bernama Argus, yang memantau
aktifitas seseorang melalui seluler menunjukkan bahwa Indonesia berada
pada urutan terakhir dari delapan negara dalam kategori negara dengan
orang-orang yang paling rajin jalan kaki. Negara-negara dimaksud adalah
Hongkong dengan 6.880 orang, Tiongkok 6.189 orang, Jepang 6.010 orang,
Spanyol 5.936 orang, Inggris 5.444 orang, UEA 4.516 orang, Brazil 4.289
orang dan Indonesia 3.513 orang. Data tersebut diambil berdasarkan
jumlah langkah kaki per menit dengan sampel 700.000 orang.
(Metrotvnews.com).
Kalau kita persentasekan data di atas menunjukkan hanya 0.5% orang
Indonesia melakukan aktifitas dengan berjalan kaki. Indonesia terhitung
memiliki penduduk sebanyak 260 juta jiwa yang menjadikannya sebagai
negara keempat yang memiliki penduduk terpadat di dunia. Dengan
spesifikasi usia 0-14 tahun sebanyak 27 %, usia 15-64 tahun sebanyak 66%
dan usia 64 tahun ke atas sebanyak 7%. (CIA World Factbook). Merunut
penelitian Argus, artinya hanya setengah dari penduduk Indonesia yang
melakukan aktifitas jalan kaki. Timbul pertanyaan bagaimana sisanya?
Apakah dengan kendaraan atau tidak melakukan aktifitas. Rasanya tidak
mungkin jika tidak melakukan aktifitas.
Mengapa hal itu dapat terjadi? Bukankah pemahaman umum telah menjelaskan tentang manfaat jalan kaki bagi kesehatan?
Manfaat yang pertama adalah meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Berjalan kaki mampu meluruhkan zat-zat kimia dalam tubuh sehingga
membantu melancarkan metabolisme tubuh. Hal ini yang memberikan tambahan
imun bagi tubuh.
Kedua, meningkatkan sistem pernapasan. Jalan kaki tergolong sebagai
olahraga ringan yang berpengaruh besar terhadap kesehatan tubuh kita.
Setidaknya dengan berjalan kaki sekitar 30 menit per hari mampu membuat
sistem pernapasan lebih lancar. Hal ini membuat napas menjadi lebih
panjang.
Ketiga, mencegah diabetes tipe 2. Sebuah studi mengatakan bahwa
jalan kaki dengan kecepatan sedang selama 30 menit setelah makan dapat
mengendalikan kadar gula darah lansia secara signifikan. Sebuah jurnal
yang dipublikasikan Diabetes Care (dikutip dari detikhealth) mengatakan
bahwa jalan kaki selama 15 menit begitu penting karena kadar gula darah
seseorang akan naik setelah makan. Pada generasi muda yang masih sehat
dan bugar, insulin akan membantu mengendalikan kadar gula darah,
termasuk memilah beberapa bagian agar dapat disimpan di dalam hati
sebagai energi.
Keempat, menurunkan berat badan. Jalan kaki diyakini mampu untuk
membakar lemak yang memungkinkan untuk menurunkan berat badan seseorang.
Tapi jangan salah, janganlah meminum minuman manis setelah berjalan,
itu akan menambah kalori yang baru saja dikeluarkan ketika berjalan.
Pilihan jalan menanjak juga akan semakin meningkatkan kerja otot dan
sistem metabolisme.
Kelima, mencegah osteoporosis. Dikutip dari otcdigest.id Osteoporosis
dapat diatasi dengan mengkonsumsi cukup kalsium, berjemur di bawah
sinar matahari pagi dan jalan kaki 10.000 langkah sehari. Jalan kaki
dapat dikatakan olahraga terbaik untuk mencegah osteoporosis karena
jalan kaki mampu menopang bobot tubuh, menjaga keseimbangan dan
mengurangi risiko jatuh, serta membantu mencegah risiko patah tulang.
Jalan kaki merupakan olahraga yang sangat mudah dilakukan, murah dan
berisiko rendah.
Keenam, mencegah demensia. Seiring bertambahnya usia penyusutan otak
akan terjadi. Penyusutan otak itu akan mengakibatkan Alzheimer dan
Demensia. Namun hal itu dapat dicegah dengan rutin melakukan jalan kaki.
Fisik yang aktif dan dinamis diyakini mampu untuk melindungi fungsi
otak. Oleh karena itu rutinitas jalan kaki dapat dijadikan benteng
sebagai penangkal resiko demensia (kepikunan).
Ketujuh, menjaga kebugaran. Jalan kaki merupakan salah satu penghasil
energi alami. Hal ini disebabkan karena jalan kaki akan meningkatkan
sirkulasi dan suplai oksigen ke seluruh sel dalam tubuh kita. Sehingga
tubuh akan selalu terasa bugar.
Kedelapan, mengurangi stres. Berjalan kaki akan membuat tubuh
melepaskan hormon endorfin ke dalam aliran darah. Seperti yang kita tahu
endorfin adalah hormon bahagia, sehingga berjalan kaki akan mengurangi
stres, kecemasan dan rasa depresi yang kita alami.
Kendala
Jika aktifitas yang biasa kita lakukan dengan kendaraan berganti
dengan jalan kaki tentu saja akan mengurangi produksi polusi dari asap
kendaraan yang kita gunakan. Hal ini berkaitan dengan tingkat kesehatan
udara yang kita hirup sehari-hari. Akankah kita bisa mempraktikkannya?
Tentu saja bukan perkara yang mudah jika mengingat jarak yang harus kita
tempuh dengan kendaraan akan lebih jauh daripada berjalan kaki. Untuk
hal-hal sederhana mungkin saja dapat diterapkan.
Belum habis sampai di situ, kendala lain yang akan kita jumpai adalah
buruknya insfrastruktur bagi pejalan kaki. Misalnya saja trotoar yang
berlubang, atau trotoar yang beralih fungsi menjadi lapak pedagang kaki
lima. Memang cukup sulit membentuk sebuah kebiasaan baru, tapi paling
tidak sempatkanlah untuk berjalan kaki setidaknya 30 menit setiap hari.
Untuk meminimalisir kendala di atas ada baiknya setiap perusahaan
yang mempekerjakan karyawannya memfasilitasi sebuah rumah dalam komplek
perumahan yang jaraknya tidak jauh dari kantor. Kemudian mewajibkan
seluruh karyawannya untuk jalan kaki berangkat kerja. Hal itu sebagai
bukti kepedulian terhadap kesehatan karyawan dan lingkungan. Sebenarnya
hal itu juga akan mampu mencegah karyawan datang terlambat. Selanjutnya
bagi anak-anak sekolah pilihlah sekolah terdekat, agar dapat dijangkau
dengan jalan kaki. Seiring dengan itu sekolah-sekolah yang ada juga
harus meningkatkan mutu pendidikan dan pengajarannya.
Perihal infrastruktur jalan yang tidak layak, ini adalah tugas
bersama untuk memeliharanya. Seperti yang sudah pernah dilakukan
sebelumnya, adanya lajur khusus bagi pengendara sepeda, pengendara
sepeda motor, dan mobil, kita berharap dibuat pula jalan khusus bagi
pejalan kaki. Sehingga semangat kita untuk menggerakkan aktifitas jalan
kaki dapat terus terjaga.
Komentar
Posting Komentar