Langsung ke konten utama

[RESENSI] Membongkar Misteri Persoalan Budaya, Agama, dan Seksualitas

Ulasan saya terhadap buku Budaya, Agama, Seksualitas (Kumpulan Artikel) terbitan Obelia Publisher. Pertama kali dipublikasikan oleh Harian Medan Bisnis edisi Minggu, 29 Oktober 2017.


Judul Buku    : Budaya, Agama, Seksualitas (Kumpulan Artikel)
Editor             : Aquarini Priyatna, Mega Subekti, Witakania S. Som
Penerbit          : Obelia Publisher
Tahun Terbit : 2017
ISBN               : 978-602-60302-1-4
Tebal              : viii + 240 halaman

Di tengah kemajemukan kehidupan sosial masyarakat dan toleransi yang berkembang ternyata tidak menjamin terciptanya keseimbangan. Bukan saja persinggungan antar golongan, persoalan-persoalan dalam agama, budaya, dan seksualitas paling sering kita temui. Dalam buku ini kita dapat mengetahui setidaknya persoalan apa saja yang tengah terjadi (walau tanpa kita sadari). Bagaimana persoalan-persoalan itu muncul dan mencuat ke permukaan. Serta bagaimana pula kita patut untuk menyikapinya.
Buku ini adalah sebuah bentuk pendokumentasian berbagai penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa dan dosen serta para peneliti dalam kajian budaya, terutama yang berhubungan dengan isu gender, seksualitas, dan agama. Berisi 18 artikel dari 18 penulis yang terhimpun dalam Departemen Susastra & Kajian Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjajaran. Tidak salah jika di setiap akhir artikel masing-masing penulis kita dapat menemukan daftar bacaan. Mengingat artikel-artikel ini merupakan artikel ilmiah yang ditulis berdasarkan penelitian yang dilakukan terlebih dahulu. Jadi bisa dipastikan bahwa persoalan-persoalan yang dihadirkan bukan hanya sekedar isu atau hoax belaka.
Secara keseluruhan artikel-artikel dalam buku ini mengajak kita untuk melek terhadap persoalan-persoalan yang terjadi di lingkungan kita seputar masalah kebudayaan, keagamaan, dan seksualitas. Atau bahkan gabungan-gabungan dari elemen-elemen penting tersebut. Seperti pembahasan mengenai Islam kejawen yang ditulis Aliyuna Pratisti dengan judul, “Relativisme dan Toleransi dalam Wajah Islam Kejawan.” Penulis mencoba menguak bagaimana sebuah elemen agama disandingkan dengan tradisi (budaya) Jawa, yang sedikit banyak telah dipengaruhi oleh tradisi Hindu-Buddha, yang kemudian disebut sebagai wujud sinkretisme. Sinkretisme sendiri dalam KBBI bermakna n paham (aliran) baru yang merupakan perpaduan dari beberapa paham (aliran) yang berbeda untuk mencari keserasian, keseimbangan, dsb.
Buku ini menjadi semacam pemecah misteri terhadap persoalan-persoalan yang dianggap tabu. Lalu dihadirkan ke tengah-tengah kita. Seperti masalah homoseksual di dalam pesantren. Hal tersebut dikemukakan oleh Gian Nova Sudrajat Nur dalam tulisannya yang berjudul, “Sekolah Homogen Berbasis Agama: Ambivalensi, Religiusitas, Heteronormativitas, dan Homoseksualitas.”
Selain objek kajian dalam lingkup kehidupan bermasyarakat (lingkungan sosial), objek lain yang menjadi titik kajian persoalan kebudayaan, agama, dan seksualitas ini dikuak pula pada sebuah ajang kontes muslimah, yang dikemukakan Kurniasih dalam tullisannya yang berjudul, “Kontes Muslimah Beauty: Ambivalensi Jilbab dalam Perspektif Postkolonial”; sebuah iklan produk yang dikemukakan Juwariyah dalam tulisannya yang berjudul, “Komodifikasi Feminisme dalam Iklan Produk-produk Perawatan Tubuh dan Kecantikan”; foto selfie yang dikemukakan Ali Mecca dalam tulisannya yang berjudul, “Identitas Gender dan Wacana Heteronormativitas dalam Representasi Foto Selfie”; dan masih banyak lagi objek kajian lainnya seperti persoalan di media sosial, games online, film, reality show, tarian, teks paririmbon sunda, dunia sepak bola, serta dalam ranah seni lukis. 
Totalitas buku yang berisi kumpulan artikel ini berhasil membongkar misteri terhadap persoalan-persoalan seputar budaya, agama, dan seksualitas dalam kehidupan sosial masyarakat yang melekat pada kita. Satu hal yang menjadi kekurangan buku ini adalah adanya ilustrasi atau gambar pendukung yang terlihat kurang elok dipandang (gambar kabur dan pecah) mengurangi kesempurnaan wujudnya. Tapi itu hanyalah soal dandanan dan teknis saja. Sejatinya buku ini  membuka mata kita, memberi pemahaman kepada kita agar kita tidak boleh menutup mata terhadap persoalan-persoalan budaya, agama, dan seksualitas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syarat Pindah Alamat Berlangganan Indihome

sumber: google   Masa kontrakan habis, mau pindah ke kontrakan baru, tapi gimana dengan layanan indihome yang sudah terpasang? Tentu saja kita ingin memindahkan perangkat tanpa harus ada embel-embel pasang baru agar terhindar dari biaya pasang yang bernilai Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah). Itulah kemauan kita, tapi berbeda dengan aturan yang ditetapkan oleh pihak Telkom. Kejadian itu menimpa saya. Beberapa hari yang lalu saya berkunjung ke Plaza Telkom Jalan Putri Hijau Medan dengan tujuan untuk memindahkan perangkat i ndihome saya dari kontrakan lama ke kontrakan baru. Setelah naik ke lantai 2 (kantor pelayanan) saya mengantre beberapa saat, tidak pakai selembaran kertas nomor antrean, katanya mereka pakai sistem digital, pelanggan hanya dipotret, dan nanti tiba gilirannya CS akan menghampiri (sebuah inovasi pelayanan dan langkah bijak untuk menghemat pemakaian kertas). Tiba giliran saya untuk mengadu persoalan saya. Namun, jawaban sang CS tidak bisa menenteramkan hati,

[CERPEN ANAK] PR Feby

Akhirnya Redaktur Taman Riang Harian Analisa berkenan kembali mempublikasikan cerpen anak saya. Cerpen ini saya kirim bulan Oktober 2017 dan baru diterbitkan edisi Minggu, 7 Januari 2018.  Terima kasih saya haturkan, dan semoga berkenan menerbitkan cerpen-cerpen selanjutnya. Hehehe... Ayo menulis cerita anak untuk menyelamatkan anak-anak dari serangan game online dan medsos yang melumpuhkan akal. Ilustrasi: Analisa Oleh Alda Muhsi Feby merupakan murid kelas 2 sekolah dasar di SD Negeri 011. Setiap hari gurunya selalu memberikan PR dengan alasan untuk melatih daya ingat, dan membiasakan agar murid-muridnya rajin belajar. Dalam kelasnya, Feby termasuk murid yang rajin mengerjakan PR. Tak pernah sekalipun ia luput dari PR-nya. Feby telah dibiasakan orang tuanya agar sepulang sekolah harus menyelesaikan PR. Berbeda dari biasanya, hari ini sepulang sekolah Feby diajak Amanda untuk berkunjung ke rumahnya. Amanda merupakan seorang murid baru, pindahan dari Jakarta. Feby ya

Teja Purnama, Sosok Penyair Kota Medan

(Catatan ini ditulis pada tahun 2012 oleh Alda Muhsi, Ferry Anggriawan, dan Sari Uli Octarina Panggabean semasa kuliah saat bertemu di Taman Budaya Sumut) Teja Purnama Lubis, lahir di Medan pada tanggal 19 Januari 1973. Anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Asmara Kusuma Lubis dan Rosmiati. Yang kini berdomisili di jalan Karya gang Suka Damai no. 5-H Kecamatan Medan Barat. Mempunyai tiga orang anak dengan istri Awalina Nasution. Modal awal menjadi seorang penyair baginya adalah membaca. Sewaktu kecil, kakek dan ayahnya banyak meninggalkan buku sastra lama. Setiap minggunya ia juga disuguhkan majalah anak-anak seperti Majalah Bobo. Ia pun tak menyangka pada akhirnya setelah memasuki SMP, ternyata ia mencintai dunia sastra. Hal itu terlihat bahwa pada masa SMP ia telah hobi membaca puisi. Hal ini juga berlanjut pada masa SMA hingga kuliah setiap perlombaan baca puisi ia pasti mendapatkan juara 1. Setelah membaca puisi, ia juga menyalurkan bakatnya lewat tulisan ka