Oleh Alda Muhsi*
Artikel ini pertama kali dipublikasikan oleh Harian Analisa, Minggu, 16 Desember 2018
Gambar: Epaper Harian Analisa |
Danau
Toba telah lama digadang-gadang akan menjadi Monaco Of Asia. Pendeklarasian rencana itu telah terdengar sejak
pertengahan tahun 2016 lalu dan ditargetkan tuntas pada 2019. Untuk mewujudkan
cita-cita itu banyak sekali yang harus dibenahi, selain memperindah kawasan
dengan membuat infrastruktur yang layak, alternatif jalan yang cepat dan mudah
dijangkau untuk mencapai destinasi, perlu juga diperhatikan kualitas air danau
demi menjaga kenyamanan dan kesehatan para pengunjung ketika menceburkan diri
di dalamnya.
Hal
yang menarik untuk diperhatikan adalah justru yang sangat sulit rasanya untuk
dibenahi, yakni soal menjaga kualitas air agar tak tercemar. Sebagaimana dalam Perpres
Nomor 81/2014 menetapkan Danau Toba sebagai perairan dengan kualitas baku mutu
kelas satu. Di mana dijelaskan kemudian standar perairan dengan kualitas baku
mutu kelas satu mensyaratkan kandungan fosfor maksimum 0.2 mg/liter. Melihat
kenyataan yang ada sudah pantaskan Danau Toba disebut memiliki kualitas mutu
air kelas satu?
Untuk
menjawabnya mari kita ingat terlebih dahulu pada awal tahun 2017 ditemukan hama
air yaitu lintah dan kutu yang membahayakan pengunjung ketika sedang asyik
bermandi-mandi dalam danau. Kemudian setelah diselidiki munculnya hama air
lintah dan kutu akibat dari limbah perusahaan ternak ikan keramba jaring apung
(KJA) dan perusahaan ternak babi. (medan.tribunnews.com)
Sangat
memprihatinkan karena kemunculan lintah dan kutu akan mengurangi nilai
keindahan yang selama ini terbangun secara alami. Dengan otomatis akan
mengurangi minat wisatawan yang akan berkunjung. Mungkin orang-orang yang belum
pernah mengunjunginya akan dengan semangat menjadikan Danau Toba sebagai
destinasi utama ketika berada di Sumatera Utara, namun bagi wisatawan yang
sudah pernah mengunjunginya dan melihat fenomena ini akan enggan berkunjung
untuk kedua kalinya. Inilah yang sebenarnya harus kita jaga. Tugas kita hanya
menjaga keindahan yang telah diciptakan Tuhan. Mengapa kita enggan untuk
melestarikannya? Mengapa kita hanya berdiam bahkan turut menjadi peserta dari
pencemaran itu? Padahal dengan menjaga kelestariannya berarti kita turut
menjaga jumlah wisatawan yang berkunjung. Sebuah langkah maju untuk mewujudkan
Danau Toba sebagai Monaco Of Asia,
bukan?
Mengapa
dikatakan menjaga kualitas air termasuk dalam kategori sangat sulit? Karena
pencemaran yang terjadi bukan hanya dari satu sisi. Serangan datang dari
berbagai penjuru. Setelah dari perusahaan KJA dan perusahaan ternak babi, ada
lagi limbah dari perhotelan dan pemukiman masyarakat. Belum selesai sampai di
situ, Hasil penelitian Pusat Riset Perikanan pada Agustus 2017 atau bertepatan
dengan peralihan dari musim kemarau ke musim hujan, menunjukkan kandungan
limbah berupa fosfor dari air sungai yang mengalir ke Danau Toba rata-rata
mencapai 0,29 mg per liter. Pada saat musim hujan bulan Desember 2017,
kandungan fosfor meningkat hampir dua kali lipat menjadi rata-rata 0,53 mg per
liter. Artinya, jika setiap satu liter air sungai itu memiliki kandungan fosfor
sebesar 0,53 mg, maka dalam satu tahun kandungan fosfor yang masuk ke Danau Toba
akan mencapai 17.500 ton. (medanbisnisdaily.com)
Danau
Toba dikelilingi atau menyentuh 7 Kabupaten yang ada di Sumatera Utara, antara
lain Kabupaten Samosir, Toba Samosir, Simalungun, Tapanuli Utara, Humbang
Hasundutan, Karo, dan Dairi. Kemudian sebanyak 191 sungai memuarakan airnya ke
Danau Toba. Hal ini juga diyakini menjadi pemicu dan penyumbang tercemarnya air
Danau Toba. Selain dari perusahaan ternak yang selalu membuang limbah pakan ke
danau.
Menarik
untuk diperhatikan, jika ditarik permasalahan sampai ke akar ternyata sebab
pencemaran itu ada di tangan masyarakat sekeliling sungai-sungai itu. Mengapa
dikatakan demikian? Budaya melestarikan sungai saja minim sekali di tengah
masyarakat kita, bagaimana mungkin kita mampu menjaga danau seluas 1.124 kilometer?
Bagi Tugas
Untuk
mencegah pencemaran air Danau Toba ini bukan perkara yang mudah. Oleh karena
itu jalan yang tepat adalah bagi-bagi tugas. Masyarakat melakukan apa yang bisa
dijangkau, seperti pencegahan pencemaran sungai-sungai yang bermuara ke Danau
Toba dengan membuat program seminggu sekali membersihkan sungai, setiap hari
menjaga dan mengawasi sungai agar tidak dikotori dengan mencegah pembuangan
sampah dan limbah rumah tangga ke dalam sungai. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan guna pencegahan itu tentu saja akan berjalan lebih baik dengan adanya
dukungan pemerintah setempat.
Kemudian
di sisi lain, untuk wilayah Danau Toba adanya peran pemerintah untuk
mengentaskan permasalahan limbah yang ditimbulkan oleh perusahaan ternak dan
perhotelan sangat penting. Peran lembaga-lembaga terkait juga sangat
diharapkan, seperti Badan Lingkungan Hidup (BLH) dan Geopark Kaldera Toba untuk
menjaga dan melestarikan keindahan Danau Toba agar semakin cepat terciptanya Monaco of Asia.
*Penulis adalah alumni Sastra Indonesia UNIMED
Komentar
Posting Komentar