Langsung ke konten utama

Selamatkan Mata Air Kita

Oleh Alda Muhsi

Artikel ini pertama kali dipublikasikan oleh Harian Analisa, 22 Maret 2015. 


Dalam kehidupan di bumi ini tentu saja setiap makhluk membutuhkan air. Bayangkan saja, 80 persen otak manusia terdiri dari air, dan lebih dari 60 persen tubuh manusia mengandung air. Belum lagi yang dibutuhkan hewan dan tumbuhan.
Memang air adalah sumber kehidupan. Tidak ada makhluk yang hidup di bumi ini tidak membutuhkan air. Tentunya sudah banyak poster/iklan layanan masyarakat yang menyerukan bahwa air adalah sumber kehidupan yang harus dijaga dan dilestarikan. Di sini muncul sebuah pertanyaan yaitu siapa yang membuat seruan tersebut? Badan pemerintahan, aktivis lingkungan, atau masyarakat sekitar?
Adanya perhatian dari seluruh pihak memang sangat dibutuhkan dan menguntungkan, tentunya bagi kelestarian alam itu sendiri. Namun, bagaimana jika seruan itu hanya sebatas kata-kata, larangan, yang tidak dipatuhi. Sebagaimana yang sering terjadi dan kita lihat seruan jangan buang sampah ke sungai, nyatanya masih banyak masyarakat yang membuang sampah ke sungai.
Air adalah satu-satunya penyelamat kehidupan. Oleh karena itu kita harus mengawasi dan menjaga kelestarian sumber mata air kita. Agar terhindar dari tangan-tangan serakah, yang ingin menjadikan sumber mata air kita sebagai lahan mencari uang. Sudahkah kita yakin bahwa sumber mata air kita dikelola dengan baik. Dijaga dan dilestarikan untuk dinikmati anak cucu?
Apa kabar dengan perusahaan air mineral dalam kemasan? Sudahkah mewarnai seruan itu dengan kepatuhan? Atau jangan-jangan menganggap seruan itu hanya angin lalu? Mengapa tega mengeruk untung dari eksploitasi sumber-sumber mata air kita? Dan apakah itu pihak-pihak yang memang tak merasa bersalah dan merasa tak mempunyai tanggung jawab. Kalau memang benar demikian mengapa pula pemerintah kita mengijinkannya? Alangkah disayangkan, jika memang benar pengelolaan dan pengolahan mata air berada di pihak yang salah, sudah dapat dipastikan masyarakat yang akan menanggung rugi, terlebih masyarakat sekitar mata air yang aksesnya menuju sumber mata air akan dibatasi.
Apakah kita mau kalau seruan itu dikatakan hanyalah omong kosong belaka. Padahal sudah jelas tertera dalam UUD 1945 pasal 33 tentang kesejahteraan sosial bahwa kemakmuran masyarakatlah yang harus diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Jadi, timbul pertanyaan lagi, apakah dengan keberadaan perusahaan air mineral dalam kemasan yang merusak bumi itu memakmurkan masyarakat? Sudah jelas tidak ada kemakmuran bagi rakyat, yang ada hanyalah kerugian akibat kerusakan bumi.
Masih menyangkut pasal 33 UUD 1945, yang mengatakan bahwa bumi dan air, dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sudah sebaiknya pemerintah berjibaku untuk mengelola dan mengolah sumber mata air kita dengan sendirinya. Yang tak kalah penting agar menjaga kelestariannya, guna menyejahterakan masyarakat. Dan jangan ijinkan pihak swasta menguasai ini, yang ingin meraup untung semata tanpa memikirkan kesejahteraan rakyat.  
Mari kita indahkan seruan-seruan menjaga kelestarian alam dengan tindakan nyata. Mari kita indahkan UUD 1945 dengan cara mematuhinya. Mari kita jaga dan selamatkan sumber mata air kita. Agar nantinya kita dapat tumbuh bersama kemurnian mata air, bukan dengan kilau air mata.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syarat Pindah Alamat Berlangganan Indihome

sumber: google   Masa kontrakan habis, mau pindah ke kontrakan baru, tapi gimana dengan layanan indihome yang sudah terpasang? Tentu saja kita ingin memindahkan perangkat tanpa harus ada embel-embel pasang baru agar terhindar dari biaya pasang yang bernilai Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah). Itulah kemauan kita, tapi berbeda dengan aturan yang ditetapkan oleh pihak Telkom. Kejadian itu menimpa saya. Beberapa hari yang lalu saya berkunjung ke Plaza Telkom Jalan Putri Hijau Medan dengan tujuan untuk memindahkan perangkat i ndihome saya dari kontrakan lama ke kontrakan baru. Setelah naik ke lantai 2 (kantor pelayanan) saya mengantre beberapa saat, tidak pakai selembaran kertas nomor antrean, katanya mereka pakai sistem digital, pelanggan hanya dipotret, dan nanti tiba gilirannya CS akan menghampiri (sebuah inovasi pelayanan dan langkah bijak untuk menghemat pemakaian kertas). Tiba giliran saya untuk mengadu persoalan saya. Namun, jawaban sang CS tidak bisa menenteramkan hati,

[CERPEN ANAK] PR Feby

Akhirnya Redaktur Taman Riang Harian Analisa berkenan kembali mempublikasikan cerpen anak saya. Cerpen ini saya kirim bulan Oktober 2017 dan baru diterbitkan edisi Minggu, 7 Januari 2018.  Terima kasih saya haturkan, dan semoga berkenan menerbitkan cerpen-cerpen selanjutnya. Hehehe... Ayo menulis cerita anak untuk menyelamatkan anak-anak dari serangan game online dan medsos yang melumpuhkan akal. Ilustrasi: Analisa Oleh Alda Muhsi Feby merupakan murid kelas 2 sekolah dasar di SD Negeri 011. Setiap hari gurunya selalu memberikan PR dengan alasan untuk melatih daya ingat, dan membiasakan agar murid-muridnya rajin belajar. Dalam kelasnya, Feby termasuk murid yang rajin mengerjakan PR. Tak pernah sekalipun ia luput dari PR-nya. Feby telah dibiasakan orang tuanya agar sepulang sekolah harus menyelesaikan PR. Berbeda dari biasanya, hari ini sepulang sekolah Feby diajak Amanda untuk berkunjung ke rumahnya. Amanda merupakan seorang murid baru, pindahan dari Jakarta. Feby ya

Teja Purnama, Sosok Penyair Kota Medan

(Catatan ini ditulis pada tahun 2012 oleh Alda Muhsi, Ferry Anggriawan, dan Sari Uli Octarina Panggabean semasa kuliah saat bertemu di Taman Budaya Sumut) Teja Purnama Lubis, lahir di Medan pada tanggal 19 Januari 1973. Anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Asmara Kusuma Lubis dan Rosmiati. Yang kini berdomisili di jalan Karya gang Suka Damai no. 5-H Kecamatan Medan Barat. Mempunyai tiga orang anak dengan istri Awalina Nasution. Modal awal menjadi seorang penyair baginya adalah membaca. Sewaktu kecil, kakek dan ayahnya banyak meninggalkan buku sastra lama. Setiap minggunya ia juga disuguhkan majalah anak-anak seperti Majalah Bobo. Ia pun tak menyangka pada akhirnya setelah memasuki SMP, ternyata ia mencintai dunia sastra. Hal itu terlihat bahwa pada masa SMP ia telah hobi membaca puisi. Hal ini juga berlanjut pada masa SMA hingga kuliah setiap perlombaan baca puisi ia pasti mendapatkan juara 1. Setelah membaca puisi, ia juga menyalurkan bakatnya lewat tulisan ka