Langsung ke konten utama

Perdebatan Mengenai Radikalisme dan Violent Extremism



Pada sebuah sore menjelang waktu Ashar, saya dan Koordinator Duta Damai Sumut, Fajar Dalimunthe, iseng memperdebatkan kenapa Indonesia masih memakai istilah "Radikalisme" untuk mengacu pada kejahatan terorisme. Padahal dunia telah menyebut dengan istilah "Violent Extremism".

Beliau menjelaskan "Radikalisme" merupakan pangkal dari kejahatan tersebut. Bahwa "Radikalisme" yang mendorong orang untuk melakukan penghancuran dan pengrusakan. Jadi, istilah "Radikalisme" sah-sah saja untuk tetap dipakai.

Tentu saya punya pendapat berbeda, secara pemaknaan saya kira "Radikalisme" berpusat pada akal pikiran, sedangkan kejahatan terorisme sudah masuk ke dalam ranah perbuatan. Oleh karena itu, pada proses transisi itulah kita mesti menyadari kejahatan itu "Violent Extremism".

Lalu kenapa harus diperdebatkan istilah yang sama-sama telah disepakati? Saya hanya ingin menjernihkan kembali istilah "Radikalisme" yang telah mencemarkan kata dasar "radikal" dari arti sebenarnya. Sebagaimana membuat sebagian besar masyarakat menjadi anti dan ngeri ketika mendengar kata radikal.

Namun, perdebatan terhenti saat azan berkumandang. Kami belum mendapat mufakat dan berencana untuk melanjutkannya setelah menunaikan salat Ashar.

Dalam perjalanan menuju masjid saya membuka KBBI digital, dengan niat menambah peluru untuk melanjutkan perdebatan.

 Radikal 1. a secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip); 2. a Pol amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan); 3. a maju dalam berpikir atau bertindak

 Radikalisme 1. n paham atau aliran yang radikal dalam politik; 2. n paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; 3. n sikap ekstrem dalam aliran politik

Sayangnya, selesai salat kami luput melanjutkan pembahasan perihal "Radikalisme" atau "Violent Extremism" tersebut karena buru-buru membahas persiapan Rakornas Duta Damai seluruh Indonesia pada Maret mendatang.

Menurut teman-teman sekalian, istilah mana yang lebih cocok digunakan? Silakan tinggalkan komentar untuk turut berdiskusi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syarat Pindah Alamat Berlangganan Indihome

sumber: google   Masa kontrakan habis, mau pindah ke kontrakan baru, tapi gimana dengan layanan indihome yang sudah terpasang? Tentu saja kita ingin memindahkan perangkat tanpa harus ada embel-embel pasang baru agar terhindar dari biaya pasang yang bernilai Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah). Itulah kemauan kita, tapi berbeda dengan aturan yang ditetapkan oleh pihak Telkom. Kejadian itu menimpa saya. Beberapa hari yang lalu saya berkunjung ke Plaza Telkom Jalan Putri Hijau Medan dengan tujuan untuk memindahkan perangkat i ndihome saya dari kontrakan lama ke kontrakan baru. Setelah naik ke lantai 2 (kantor pelayanan) saya mengantre beberapa saat, tidak pakai selembaran kertas nomor antrean, katanya mereka pakai sistem digital, pelanggan hanya dipotret, dan nanti tiba gilirannya CS akan menghampiri (sebuah inovasi pelayanan dan langkah bijak untuk menghemat pemakaian kertas). Tiba giliran saya untuk mengadu persoalan saya. Namun, jawaban sang CS tidak bisa menenteramkan hati,

[CERPEN ANAK] PR Feby

Akhirnya Redaktur Taman Riang Harian Analisa berkenan kembali mempublikasikan cerpen anak saya. Cerpen ini saya kirim bulan Oktober 2017 dan baru diterbitkan edisi Minggu, 7 Januari 2018.  Terima kasih saya haturkan, dan semoga berkenan menerbitkan cerpen-cerpen selanjutnya. Hehehe... Ayo menulis cerita anak untuk menyelamatkan anak-anak dari serangan game online dan medsos yang melumpuhkan akal. Ilustrasi: Analisa Oleh Alda Muhsi Feby merupakan murid kelas 2 sekolah dasar di SD Negeri 011. Setiap hari gurunya selalu memberikan PR dengan alasan untuk melatih daya ingat, dan membiasakan agar murid-muridnya rajin belajar. Dalam kelasnya, Feby termasuk murid yang rajin mengerjakan PR. Tak pernah sekalipun ia luput dari PR-nya. Feby telah dibiasakan orang tuanya agar sepulang sekolah harus menyelesaikan PR. Berbeda dari biasanya, hari ini sepulang sekolah Feby diajak Amanda untuk berkunjung ke rumahnya. Amanda merupakan seorang murid baru, pindahan dari Jakarta. Feby ya

Teja Purnama, Sosok Penyair Kota Medan

(Catatan ini ditulis pada tahun 2012 oleh Alda Muhsi, Ferry Anggriawan, dan Sari Uli Octarina Panggabean semasa kuliah saat bertemu di Taman Budaya Sumut) Teja Purnama Lubis, lahir di Medan pada tanggal 19 Januari 1973. Anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Asmara Kusuma Lubis dan Rosmiati. Yang kini berdomisili di jalan Karya gang Suka Damai no. 5-H Kecamatan Medan Barat. Mempunyai tiga orang anak dengan istri Awalina Nasution. Modal awal menjadi seorang penyair baginya adalah membaca. Sewaktu kecil, kakek dan ayahnya banyak meninggalkan buku sastra lama. Setiap minggunya ia juga disuguhkan majalah anak-anak seperti Majalah Bobo. Ia pun tak menyangka pada akhirnya setelah memasuki SMP, ternyata ia mencintai dunia sastra. Hal itu terlihat bahwa pada masa SMP ia telah hobi membaca puisi. Hal ini juga berlanjut pada masa SMA hingga kuliah setiap perlombaan baca puisi ia pasti mendapatkan juara 1. Setelah membaca puisi, ia juga menyalurkan bakatnya lewat tulisan ka