Langsung ke konten utama

Catatan Kecil Setelah Membaca Novel Sirkus Pohon


Judul : Sirkus Pohon (Novel)
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang
Cetakan : Cetakan II, September 2017
Tebal : xiv + 383 Halaman
ISBN : 978-602-291-409-9

Buku ini mulai saya baca pada 4 Maret 2020 sebagai teman perjalanan panjang. Ya begitulah kiranya, buku memang selalu jadi teman setia dalam segala perjalanan. Dan pada hari ini Sirkus Pohon baru saja saya khatamkan. Duh, lama sekali bukan?

Melihat nama besar seorang pengarang tentu membuat para pembaca maupun calon pembaca tidak akan meragukan kualitas karyanya. Begitu juga dengan buku ini. Siapa yang tak kenal dengan sosok Andrea Hirata, penulis yang tenar ke seluruh dunia berkat masterpiece-nya, Laskar Pelangi. Lalu bagaimana dengan Sirkus Pohon?

Nah, seperti biasa, ada beberapa catatan yang saya buat setelah saya menamatkan membaca sebuah buku/novel. Kali ini catatannya tidak begitu panjang dan menawan. Jadi mari langsung saja.

Catatan pertama, jangan berharap terlalu jauh terhadap nama besar pengarang. Nyatanya, kualitas karya-karya seorang pengarang tidak memiliki nilai yang sama. Jadi, belum tentu karya A akan sama bagusnya dengan karya B, dan begitu pula sebalik dan seterusnya. Dalam Sirkus Pohon Andrea Hirata mengedepankan bacaan yang menghibur, mulai dari nama-nama tokohnya hingga dialog-dialog yang dihadirkan penuh dengan nuansa humoris. Jadi jangan terlalu berharap untuk mendapatkan harta karun di sana.

Catatan kedua, tokoh yang banyak, sudut pandang yang bertimpa (berganti-ganti), dan plot yang tidak teratur. Ketiga hal di atas membuat pembaca kelelahan untuk mengingat peristiwa demi peristiwa yang disuguhkan. Setidaknya itulah yang saya rasakan. Ada kesulitan untuk memusatkan pikiran (susah fokus).

Catatan Ketiga, buku ini terdiri dari 87 bab, yang setiap babnya memuat penggalan-penggalan peristiwa rata-rata sebanyak 2-4 halaman (paling banyak 10 halaman). Hal ini membuat Sirkus Pohon dapat dibaca di waktu-waktu senggang. Paradoksnya adalah ada pembaca yang merasa nyaman dengan bab yang ringkas ini, namun, di lain hal membuat peristiwa-peristiwa yang dijabarkan terasa berjarak, loncat-loncat, dan sangat longgar. Eits, ini tergantung selera pembaca.

Catatan keempat, soal ide cerita nampaknya tidak perlu diragukan. Tak salah seorang Andrea Hirata jadi pengarang yang banyak mendapat penghargaan. Hal-hal kecil dapat dikemas demikian menarik. Setiap konflik yang dihadirkan satu per satu akan dijawab sampai bab terakhir. Itulah yang membuat pembaca merasa lega setelah menamatkan ceritanya.

Baiklah, itu saja yang bisa saya utarakan. Oh ya perlu diingat, catatan ini hanyalah persepsi saya, tak menampik perbedaan persepsi dari kawan-kawan yang lain. Jika punya waktu luang bolehlah kita berdiskusi. Hehehe.


Teks dan foto oleh: Alda Muhsi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syarat Pindah Alamat Berlangganan Indihome

sumber: google   Masa kontrakan habis, mau pindah ke kontrakan baru, tapi gimana dengan layanan indihome yang sudah terpasang? Tentu saja kita ingin memindahkan perangkat tanpa harus ada embel-embel pasang baru agar terhindar dari biaya pasang yang bernilai Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah). Itulah kemauan kita, tapi berbeda dengan aturan yang ditetapkan oleh pihak Telkom. Kejadian itu menimpa saya. Beberapa hari yang lalu saya berkunjung ke Plaza Telkom Jalan Putri Hijau Medan dengan tujuan untuk memindahkan perangkat i ndihome saya dari kontrakan lama ke kontrakan baru. Setelah naik ke lantai 2 (kantor pelayanan) saya mengantre beberapa saat, tidak pakai selembaran kertas nomor antrean, katanya mereka pakai sistem digital, pelanggan hanya dipotret, dan nanti tiba gilirannya CS akan menghampiri (sebuah inovasi pelayanan dan langkah bijak untuk menghemat pemakaian kertas). Tiba giliran saya untuk mengadu persoalan saya. Namun, jawaban sang CS tidak bisa menenteramkan hati,

[CERPEN ANAK] PR Feby

Akhirnya Redaktur Taman Riang Harian Analisa berkenan kembali mempublikasikan cerpen anak saya. Cerpen ini saya kirim bulan Oktober 2017 dan baru diterbitkan edisi Minggu, 7 Januari 2018.  Terima kasih saya haturkan, dan semoga berkenan menerbitkan cerpen-cerpen selanjutnya. Hehehe... Ayo menulis cerita anak untuk menyelamatkan anak-anak dari serangan game online dan medsos yang melumpuhkan akal. Ilustrasi: Analisa Oleh Alda Muhsi Feby merupakan murid kelas 2 sekolah dasar di SD Negeri 011. Setiap hari gurunya selalu memberikan PR dengan alasan untuk melatih daya ingat, dan membiasakan agar murid-muridnya rajin belajar. Dalam kelasnya, Feby termasuk murid yang rajin mengerjakan PR. Tak pernah sekalipun ia luput dari PR-nya. Feby telah dibiasakan orang tuanya agar sepulang sekolah harus menyelesaikan PR. Berbeda dari biasanya, hari ini sepulang sekolah Feby diajak Amanda untuk berkunjung ke rumahnya. Amanda merupakan seorang murid baru, pindahan dari Jakarta. Feby ya

Teja Purnama, Sosok Penyair Kota Medan

(Catatan ini ditulis pada tahun 2012 oleh Alda Muhsi, Ferry Anggriawan, dan Sari Uli Octarina Panggabean semasa kuliah saat bertemu di Taman Budaya Sumut) Teja Purnama Lubis, lahir di Medan pada tanggal 19 Januari 1973. Anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Asmara Kusuma Lubis dan Rosmiati. Yang kini berdomisili di jalan Karya gang Suka Damai no. 5-H Kecamatan Medan Barat. Mempunyai tiga orang anak dengan istri Awalina Nasution. Modal awal menjadi seorang penyair baginya adalah membaca. Sewaktu kecil, kakek dan ayahnya banyak meninggalkan buku sastra lama. Setiap minggunya ia juga disuguhkan majalah anak-anak seperti Majalah Bobo. Ia pun tak menyangka pada akhirnya setelah memasuki SMP, ternyata ia mencintai dunia sastra. Hal itu terlihat bahwa pada masa SMP ia telah hobi membaca puisi. Hal ini juga berlanjut pada masa SMA hingga kuliah setiap perlombaan baca puisi ia pasti mendapatkan juara 1. Setelah membaca puisi, ia juga menyalurkan bakatnya lewat tulisan ka