Judul : Yang Lahir Hilang Menangis
Penulis : Alda Muhsi
Penerbit : Obelia
Cetakan : Cetakan I, November 2019
Tebal : 111 hal
ISBN : 9786025951503
Kumpulan cerita pendek yang terhimpun dalam “Yang Lahir Hilang Menangis” merupakan cerpen-cerpen yang ditulis oleh Alda Muhsi. Seorang penulis muda yang berasal dari kota Medan. Kumpulan cerpen ini mengangkat tema-tema yang sangat menarik, dan diambil dari sudut pandang yang berbeda. Terdapat dua belas cerpen yang berbeda, tentunya memiliki karakteristik sendiri. Diantaranya adalah Yang Lahir dari Kegelapan, Hilang, Yang Menangis di Balik Pelaminan, Penjara, Dana Pinjaman, Halte, Monumen Petani, Mediasi, Pengetik, Nadi Tuhan, Kematian, Perayaan Kematian.
Yang Menangis di Balik Pelaminan merupakan salah satu cerpen yang mengangkat tentang efek modernisasi di pesta pernikahan seorang wanita berdarah Aceh. Ayahnya yang ingin melaksanakan persepsi pernikahan puterinya dengan serangkaian budaya aceh, dan nuansa pelaminan mendapat tolakan dari puterinya. Yang akhirnya setelah pelaminan bernuansa Aceh didirikan oleh perias pelaminan hingga resepsi pernikahan berlangsung pelaminan itu tidak disentuh oleh pengantin. Tentu cerpen ini mengisyaratkan pentingnya tentang melestarikan budaya di tengah zaman modernisasi saat ini. Cerpen ini ditulis dengan gaya narasi yang mudah dipahami dan penuturan cerita yang alami.
Cerpen yang berjudul Monumen Petani menjadi salah satu cerpen yang menarik untuk dibahas, cerpen ini menceritakan seorang petani yang sangat dipercaya di suatu daerah, apalagi saat ada narasi pendirian pabrik yang akan menghabiskan warga setempat oleh Cukong. Cerpen ini memiliki idealisme pada tokoh Simijo yang menjadi benteng pertahanan para petani. Konflik diramu sedemikian rupa, yang akhirnya tokoh Simijo harus menyerahkan tanahnya sebab istrinya sakit dan memerlukan biaya hidup untuk anaknya yang sedang kuliah. Hal itulah yang membuat para petani menganggap dia berkhianat. Cerpen ini identik dengan masalah-masalah sosial tentang penggarapan lahan yang terjadi, penulis mengadopsi sudut pandang sedemikian rupa untuk membangun narasi dalam cerpen Monumen Petani ini. Pemikiran Sujiwo yang ingin membela petani lain seaakan lumpuh karena masalah sosial yang dihadapinya.
Demikian halnya dengan cerpen-cerpen lainnya, dengan tema-tema yang populer dan beberapa konflik di masyarakat sekitar dituliskan dalam bentuk cerpen. Seperti Dana Pinjaman, Investasi dan beberapa cerpen yang lain.
Kumpulan cerpen yang ditulis oleh Alda Muhsi ini, memiliki karakterisktik pada narasi dan gaya tulisan. Selalu kita temukan kata-kata yang puitis dalam penggambaran narasi yang dituliskannya. Salah satunya dalam cerpen Perayaan Kematian “yang lahir dari kegelapan tak selalu kelam, begitu pula yang lahir dari cahaya tak selalu suci”. Kalimat-kalimat narasi yang begitu menarik untuk sebuah cerpen dan memikat pembaca.
Membaca judul antologi cerita pendek Yang Lahir Hilang Menangis tentu menjadi sangat menarik, sebab dalam cerita yang terdapat didalamnya tidak ada judul cerpen Yang Lahir Hilang Menangis. Hal ini menjadi sebuah daya tarik, untuk kumpulan cerpen yang tergabung dalam buku ini. Sebab pembaca dihadirkan untuk mencari makna dari judul kumpulan cerpen tersebut. Tentu untuk menafsirkan makna Yang Lahir Hilang Menangis pembaca harus membaca cerpen-cerpen tersebut.
***
Ikhsan adalah Mahasiswa Sastra Indonesia Unimed bergiat di LP2IM Unimed dan Flp Medan
Penulis : Alda Muhsi
Penerbit : Obelia
Cetakan : Cetakan I, November 2019
Tebal : 111 hal
ISBN : 9786025951503
Kumpulan cerita pendek yang terhimpun dalam “Yang Lahir Hilang Menangis” merupakan cerpen-cerpen yang ditulis oleh Alda Muhsi. Seorang penulis muda yang berasal dari kota Medan. Kumpulan cerpen ini mengangkat tema-tema yang sangat menarik, dan diambil dari sudut pandang yang berbeda. Terdapat dua belas cerpen yang berbeda, tentunya memiliki karakteristik sendiri. Diantaranya adalah Yang Lahir dari Kegelapan, Hilang, Yang Menangis di Balik Pelaminan, Penjara, Dana Pinjaman, Halte, Monumen Petani, Mediasi, Pengetik, Nadi Tuhan, Kematian, Perayaan Kematian.
Yang Menangis di Balik Pelaminan merupakan salah satu cerpen yang mengangkat tentang efek modernisasi di pesta pernikahan seorang wanita berdarah Aceh. Ayahnya yang ingin melaksanakan persepsi pernikahan puterinya dengan serangkaian budaya aceh, dan nuansa pelaminan mendapat tolakan dari puterinya. Yang akhirnya setelah pelaminan bernuansa Aceh didirikan oleh perias pelaminan hingga resepsi pernikahan berlangsung pelaminan itu tidak disentuh oleh pengantin. Tentu cerpen ini mengisyaratkan pentingnya tentang melestarikan budaya di tengah zaman modernisasi saat ini. Cerpen ini ditulis dengan gaya narasi yang mudah dipahami dan penuturan cerita yang alami.
Cerpen yang berjudul Monumen Petani menjadi salah satu cerpen yang menarik untuk dibahas, cerpen ini menceritakan seorang petani yang sangat dipercaya di suatu daerah, apalagi saat ada narasi pendirian pabrik yang akan menghabiskan warga setempat oleh Cukong. Cerpen ini memiliki idealisme pada tokoh Simijo yang menjadi benteng pertahanan para petani. Konflik diramu sedemikian rupa, yang akhirnya tokoh Simijo harus menyerahkan tanahnya sebab istrinya sakit dan memerlukan biaya hidup untuk anaknya yang sedang kuliah. Hal itulah yang membuat para petani menganggap dia berkhianat. Cerpen ini identik dengan masalah-masalah sosial tentang penggarapan lahan yang terjadi, penulis mengadopsi sudut pandang sedemikian rupa untuk membangun narasi dalam cerpen Monumen Petani ini. Pemikiran Sujiwo yang ingin membela petani lain seaakan lumpuh karena masalah sosial yang dihadapinya.
Demikian halnya dengan cerpen-cerpen lainnya, dengan tema-tema yang populer dan beberapa konflik di masyarakat sekitar dituliskan dalam bentuk cerpen. Seperti Dana Pinjaman, Investasi dan beberapa cerpen yang lain.
Kumpulan cerpen yang ditulis oleh Alda Muhsi ini, memiliki karakterisktik pada narasi dan gaya tulisan. Selalu kita temukan kata-kata yang puitis dalam penggambaran narasi yang dituliskannya. Salah satunya dalam cerpen Perayaan Kematian “yang lahir dari kegelapan tak selalu kelam, begitu pula yang lahir dari cahaya tak selalu suci”. Kalimat-kalimat narasi yang begitu menarik untuk sebuah cerpen dan memikat pembaca.
Membaca judul antologi cerita pendek Yang Lahir Hilang Menangis tentu menjadi sangat menarik, sebab dalam cerita yang terdapat didalamnya tidak ada judul cerpen Yang Lahir Hilang Menangis. Hal ini menjadi sebuah daya tarik, untuk kumpulan cerpen yang tergabung dalam buku ini. Sebab pembaca dihadirkan untuk mencari makna dari judul kumpulan cerpen tersebut. Tentu untuk menafsirkan makna Yang Lahir Hilang Menangis pembaca harus membaca cerpen-cerpen tersebut.
***
Ikhsan adalah Mahasiswa Sastra Indonesia Unimed bergiat di LP2IM Unimed dan Flp Medan
Komentar
Posting Komentar