Langsung ke konten utama

Catatan Setelah Membaca Roman "Salah Asuhan"



Bacalah Salah Asuhan Agar Tak Salah Asuh


Membaca karya-karya roman karangan para penulis angkatan Balai Pustaka membuat kita mengerti bahwa sastra berfungsi sebagai sarana pendidikan/pembelajaran hidup bagi pembaca. Hal itu kentara sekali kita peroleh apabila kiranya kita meresapi kata demi kata yang tertuang di dalam cerita. Tidak pula bisa ditampik dalam roman Salah Asuhan ciptaan Abdoel Moeis ini. Bercerita tentang seorang Pemuda Indonesia (Bumiputra) yang ingin berpindah bangsa/warga negara karena telah terpatri dalam hatinya derajat bumiputra jauh di bawah golongan bangsa barat dari segala sisi. Pemuda itu juga mencintai perempuan Eropa, keturunan Perancis (Ayahnya) dan Indonesia (Ibunya). Keduanya saling mencintai, tapi terhalang suku bangsa tadi, yang mengakibatkan konflik di keluarga masing-masing. Istilah yang dipakai "perkawinan campuran". Berakar dari perbedaan suku bangsa inilah cerita berkembang.

Secara keseluruhan pesan yang ingin disampaikan roman ini sangat banyak dan bisa diterima dengan baik. Namun, apabila kita pembaca yang teliti atau pembaca yang mengharapkan kenikmatan paling sempurna ketika membacanya, Abdoel Moeis meninggalkan kejanggalan yang berbuah menjadi pertanyaan. Pertama, penulis beberapa kali melakukan lompatan-lompatan cerita yang cukup jauh, yang membuat ada spasi/kekosongan yang mengurangi fokus pembaca, dan lompatan itu bisa berada hanya berjarak antarparagraf saja. Misalnya pada paragraf 10 cerita tentang tahun pertama si tokoh bekerja, kemudian pada paragraf 11 menjelaskan tentang tokoh yang sudah 3 tahun bekerja. Pertanyaannya kenapa itu bisa terjadi? Apakah penulis luput memperhatikan hal tersebut? Atau ada alasan lain.

Kedua, hubungan sebab-akibat antarperistiwa yang terjadi bisa dibilang lemah pada beberapa bagian penting. Misalnya pada saat tokoh perempuan mengidap sakit kolera yang sudah berjalan beberapa bulan lamanya, tidak dijelaskan penyebab sakitnya apa. Kemudian contoh lain ketika tokoh laki-laki digigit anjing di halaman rumahnya sendiri yang mengharuskan ia berobat ke kota Betawi, tiba-tiba di Betawi berjumpa dengan tokoh perempuannya. Dalam hal ini sepertinya ada kesan yang sangat dipaksakan. Terasa sekali pengarang ingin mempertemukan mereka kembali, tapi tidak menemukan alasan yang tepat, maka alasan digigit anjing gila yang dipilih. Apakah dugaan ini hanya saya sendiri yang merasakannya?

Roman Salah Asuhan menggunakan bahasa Indonesia dengan ejaan lama, membuat pembaca milenial harus berpikir ekstra untuk memahami kalimat per kalimatnya. Namun, sebagaimana karangan pada masanya, dialog dan narasi sangat banyak menghadirkan bahasa-bahasa kiasan yang berupa pantun atau peribahasa yang berlaku pada zamannya. Hal ini akan memperkaya khazanah keilmuan kita, bukan hanya dalam kajian bahasa dan budaya, melainkan termasuk pula falsafah hidup para leluhur yang sebagian besar masih sangat relevan apabila digunakan sekarang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syarat Pindah Alamat Berlangganan Indihome

sumber: google   Masa kontrakan habis, mau pindah ke kontrakan baru, tapi gimana dengan layanan indihome yang sudah terpasang? Tentu saja kita ingin memindahkan perangkat tanpa harus ada embel-embel pasang baru agar terhindar dari biaya pasang yang bernilai Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah). Itulah kemauan kita, tapi berbeda dengan aturan yang ditetapkan oleh pihak Telkom. Kejadian itu menimpa saya. Beberapa hari yang lalu saya berkunjung ke Plaza Telkom Jalan Putri Hijau Medan dengan tujuan untuk memindahkan perangkat i ndihome saya dari kontrakan lama ke kontrakan baru. Setelah naik ke lantai 2 (kantor pelayanan) saya mengantre beberapa saat, tidak pakai selembaran kertas nomor antrean, katanya mereka pakai sistem digital, pelanggan hanya dipotret, dan nanti tiba gilirannya CS akan menghampiri (sebuah inovasi pelayanan dan langkah bijak untuk menghemat pemakaian kertas). Tiba giliran saya untuk mengadu persoalan saya. Namun, jawaban sang CS tidak bisa menenteramkan hati,

[CERPEN ANAK] PR Feby

Akhirnya Redaktur Taman Riang Harian Analisa berkenan kembali mempublikasikan cerpen anak saya. Cerpen ini saya kirim bulan Oktober 2017 dan baru diterbitkan edisi Minggu, 7 Januari 2018.  Terima kasih saya haturkan, dan semoga berkenan menerbitkan cerpen-cerpen selanjutnya. Hehehe... Ayo menulis cerita anak untuk menyelamatkan anak-anak dari serangan game online dan medsos yang melumpuhkan akal. Ilustrasi: Analisa Oleh Alda Muhsi Feby merupakan murid kelas 2 sekolah dasar di SD Negeri 011. Setiap hari gurunya selalu memberikan PR dengan alasan untuk melatih daya ingat, dan membiasakan agar murid-muridnya rajin belajar. Dalam kelasnya, Feby termasuk murid yang rajin mengerjakan PR. Tak pernah sekalipun ia luput dari PR-nya. Feby telah dibiasakan orang tuanya agar sepulang sekolah harus menyelesaikan PR. Berbeda dari biasanya, hari ini sepulang sekolah Feby diajak Amanda untuk berkunjung ke rumahnya. Amanda merupakan seorang murid baru, pindahan dari Jakarta. Feby ya

Teja Purnama, Sosok Penyair Kota Medan

(Catatan ini ditulis pada tahun 2012 oleh Alda Muhsi, Ferry Anggriawan, dan Sari Uli Octarina Panggabean semasa kuliah saat bertemu di Taman Budaya Sumut) Teja Purnama Lubis, lahir di Medan pada tanggal 19 Januari 1973. Anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Asmara Kusuma Lubis dan Rosmiati. Yang kini berdomisili di jalan Karya gang Suka Damai no. 5-H Kecamatan Medan Barat. Mempunyai tiga orang anak dengan istri Awalina Nasution. Modal awal menjadi seorang penyair baginya adalah membaca. Sewaktu kecil, kakek dan ayahnya banyak meninggalkan buku sastra lama. Setiap minggunya ia juga disuguhkan majalah anak-anak seperti Majalah Bobo. Ia pun tak menyangka pada akhirnya setelah memasuki SMP, ternyata ia mencintai dunia sastra. Hal itu terlihat bahwa pada masa SMP ia telah hobi membaca puisi. Hal ini juga berlanjut pada masa SMA hingga kuliah setiap perlombaan baca puisi ia pasti mendapatkan juara 1. Setelah membaca puisi, ia juga menyalurkan bakatnya lewat tulisan ka