Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2017

MENGUCAPKAN ALHAMDULILLAH

Malam ketiga Ramadhan, tausiah di Mesjid An-Namira Komplek Bumi Seroja Permai, Medan Sunggal diisi oleh Al Ustadz Khumaini Hamyar, S.Sos.I. Tulisan ini berlandaskan dari apa yang disampaikan oleh beliau. Tentu sudah tak asing lagi bagi kita ucapan syukur Alhamdulillah. Kata tersebut kita pakai atas ungkapan terima kasih kita kepada Allah Swt. Sebenarnya kata Alhamdulillah memiliki tingkat pengertian yang lebih tinggi dibanding dengan kata terima kasih. Kata terima kasih adalah ungkapan ketika apa yang kita minta diberi. Misalnya kita meminta uang kepada orang tua kita, kemudian orang tua kita memberi uang sesuai yang kita minta. Itulah terima kasih. Nah Alhamdulillah berbeda, Alhamdulillah adalah ungkapan ketika apa yang kita minta diberi sekaligus apa yang tidak kita minta pun diberi. Itulah tingkatannya. Dalam penggunaannya, Alhamdulillah ada yang wajib hukumnya kita ucapkan dan ada pula yang berhukum sunnah. Yang wajib yaitu dalam shalat (ketika membaca surat Al-Fatih

Pahala Hangus Gara-Gara Status

Entah kenapa, mungkin sebuah kebetulan yang membawa saya bertemu lagi dengan Al Ustadz Arif Muhammad Erde, kali ini bukan di sebuah Mushala di Kecamatan Medan Area, melainkan di Mesjid An-Namira Komp. Bumi Seroja Permai, Medan Sunggal. Pada kesempatan itu beliau mengisi tausiah malam kedua Ramadhan sebelum Shalat Tarawih digelar. Kali ini Al Ustadz menjelaskan mengenai pahala yang hilang akibat perbuatan riya. Dan tulisan ini terinspirasi dari ceramah beliau malam itu. Mungkin kita semua memiliki media sosial, yang bisa dibilang bahwa media sosial sudah masuk dalam daftar rutinitas kita sehari-hari. Ada yang menggunakan media sosial sebagai ajang silaturahmi, membagikan status-status penyiram rohani, serta ada pula sebagian hanya sekadar mengikuti perkembangan teknologi. Akan tetapi dari pengguna media sosial tersebut yang paling parah (luar biasa) adalah seorang muslim yang dengan sengaja mengunggah foto-foto mengenai amalan yang diperbuatnya. Misalnya foto saat sedan

[CERPEN ALDA MUHSI] Mei

Cerpen ini dibuat tahun 2013 dan pertama kali dipublikasikan di Harian Analisa edisi Minggu, 2 Maret 2014. Kemudian termaktub dalam buku kumpulan cerpen Empat Mata yang Mengikat Dua Waktu terbitan Ganding Pustaka tahun 2016. Mei, aku tak tahu entah muasal apa yang mengakrabkan kita. Buka hujan! Ya, memang bukan hujan. Bukan pula dalam kegiatan berbau adat atau pun tari-menari. Ah, entahlah. Mungkin aku lupa. Tapi yang kutahu, saat pertama memandang wajahmu adalah ketika orang-orang ramai berkumpul tengah merayakan pesta puisi. Senyummu yang indah terkadang menempel pada mata dan tak lenyap hingga berujung lelap. Setelahnya aku jadi sering mengintipmu pada sisi-sisi hari yang bisu. Tak ada dusta yang terdengar sumbang, dan tak ada darah yang tertampung lebih banyak daripada darah seekor nyamuk yang tertepuk. Mei, kau adalah warna cerah dari rupa-rupa kehidupan yang diturunkan Tuhan untuk memberi keteduhan. Sejak 20 tahun silam hingga kini kau hadir bersamaku. Kita mengukir se

SEDEKAH, SEBUAH IBADAH PALING RINGAN

(Tulisan ini masih berdasarkan ceramah Ustadz H. Arif Muhammad Erde) Jika ada amalan yang berat, maka ada pula amalan yang paling ringan untuk dilakukan. Amalan apakah itu? Ialah sedekah. Contoh kecil bersedekah itu adalah memberikan senyum kepada sesama. Betapa ringan bukan? Allah Subhanahu wata’ala berfirman dalam surat Al Munafikun ayat 10, yang artinya: Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesal), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh.” Pertanyaannya adalah, mengapa orang-orang yang menjelang kematiannya memilih sedekah? Mengapa mereka tidak meminta untuk melakukan amalan-amalan lain? Jawabannya karena sedekah adalah ibadah yang paling ringan dilakukan dan memiliki pahala yang besar. Kita perlu mengetahui bahwa sebaik-baik waktu bersede

UNTUNG ADA RAMADHAN

Tulisan ini saya buat berdasarkan ceramah Ustadz H. Arif Muhammad Erde di Sebuah Musholla di Kec. Medan Area pada 25 Mei 2017 lepas Isya. Hanya penuturannya saja yang berbeda. "Tidak ada shalat yang lebih berat bagi orang munafik selain dari shalat Subuh dan shalat Isya." (HR. Bukhari) Apakah kita termasuk ke dalam golongan orang munafik seperti yang disebutkan hadits di atas? Kita patut menyadari bahwa jawaban dari pertanyaan itu terdapat dalam diri sendiri. Untuk menjawabnya kita hanya perlu bercermin, bagaimana kualitas dari shalat Subuh dan Isya kita. Untung ada Ramadhan yang memudahkan dan membesarkan peluang kita untuk mendirikan dua shalat tersebut. Untung ada Ramadhan yang memberikan kesempatan kepada kita untuk memelihara dua shalat tersebut sehingga kita terhindar dari kategori orang munafik. Jadi ilustrasinya seperti ini, malam bulan Ramadhan tidak lengkap jika kita tidak menunaikan solat tarawih. Nah, shalat tarawih dilaksanakan setelah shalat i

INTERMEZZO

Kanal Mimbar Islam ini saya buat bukanlah bertujuan untuk menggurui atau merasa paling benar. Sejatinya kanal ini timbul karena daya ingat saya yang cukup terbatas untuk menghapal segala hal yang berbau agama. Oleh karena itu kanal ini saya jadikan sebagai sebuah arsip, pengingat bagi saya pribadi. Jika saja teman-teman mendapatkan manfaat dari apa yang saya bagikan maka Alhamdulillah. Saya juga menerima masukan untuk memperbaiki apa-apa yang dianggap tidak sesuai.

[PUISI ALDA MUHSI] TENTANG BULAN

Puisi-puisi ini pertama kali dipublikasikan di Harian Analisa edisi Rabu, 24 Mei 2017. Ilustrasi: Budie Jhora TENTANG BULAN /1 Bulan-bulan telah berdatangan, melewati dedaun di halaman rumahmu sementara kau masih berdiam berdiri di depan cermin mengoleskan salep di sekujur kulitmu entah telah habis berapa botol sejak aku mondar-mandir menunggumu lantai yang kering oleh kecemasan semakin kering aku takut ia tak mampu menopang tubuhku yang bisu SSSK, Mei 2017 TENTANG BULAN /2 Bulan-bulan telah tiba membungkuk di serambi cahayanya cukup membuat nyala mata terjaga adakah ia menembus dinding-dinding kamarmu ada kehangatan kurasa pelan-pelan menyusup menawarkan jenuh pada tiap peluhku yang jatuh SSSK, Mei 2017 TENTANG BULAN /3 Kulihat bulan itu dengan tajam aku merasakan matanya yang berduri diasah angin yang membiaskan guritan cahaya pelan-pelan menusuk relung kakiku hingga ngilu kepingan gelisah kembali berserak setelah tadi coba kususun tatkal